Mohon tunggu...
Katrin Onere Sitanggang
Katrin Onere Sitanggang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Saya suka berfikir tentang masa depan dan hal yang mungkin terjadi jika melakukan sesuatu hal di masa sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konsep Proteksionisme dalam Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok 2017-2020

6 Juni 2024   09:40 Diperbarui: 6 Juni 2024   09:42 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merkantilisme dalam ilmu ekonomi mengenal suatu konsep yakni konsep yang mencari cara ataupun strategi untuk memperoleh keuntungan sehingga bisa mendapatkan serta meningkatkan tingkat perekonomian setiap negara. Melalui konsep ini maka dikenal istilah Proteksionisme yang hingga saat ini masih diberlakukan oleh negara-negara di dunia dalam bidang ekonomi. 

Proteksionisme adalah suatu kebijakan dimana negara dalam perdagangan internasional melakukan pembatasan tingkat perdagangan yang ada dengan tujuan untuk menggerakkan perekonomian domestiknya sendiri tanpa adanya campur tangan dari negara lain yang berlebihan. 

Awal terbentuknya proteksionisme adalah sebagai bentuk perlindungan kepada golongan pedagang atas kerugian yang ditimbulkan setelah disetujuinya penerapan pasar bebas dan juga adanya campur tangan negara dalam perdagangan yang mana seharusnya negara memiliki posisi sebagai invisible hand dalam perdagangan yang ada. 

Penerapan proteksionisme oleh suatu negara dalam perdagangan tentunya mengundang banyak persepsi yang berbeda dari negara lain. Namun satu hal yang dipahami bersama bahwa penerapan proteksionisme dilakukan untuk melindungi industri domestik negara tersebut dan juga meminimalisir intervensi yang dilakukan oleh negara lain dalam persaingan perdagangan internasional. Bentuk-bentuk dari proteksionisme dalam perekonomian adalah peraturan pajak, kuota dalam melakukan export-import, subsidi dari pihak pemerintah negara itu sendiri serta adanya pemberlakuan tarif pada produk dari negara asing.

Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada rentang tahun 2017-2020 mempengaruhi segala sendiri perekonomian dalam perdagangan internasional. Dari pihak Amerika Serikat sendiri alasan penggunaan proteksionisme adalah adanya pandangan dimana pertumbuhan atau perkembangan ekonomi yang terjadi di Tiongkok terjadi dalam waktu yang terlalu cepat dan perkembangannya sangat signifikan. 

Hal ini seolah menjadi ancaman bagi Amerika Serikat terkhusus di masa kepemimpinan Trump yang menganggap Tiongkok sebagai rivalnya meskipun di awal Tiongkok merupakan mitra ekonominya. Sedangkan dari pihak Tiongkok sendiri, penerapan proteksionisme hanyalah berupa balasan yang dilakukan atas tindakan Amerika Serikat yang istilahnya "memancing" terlebih dahulu. 

 Penerapan Proteksionisme dari Pihak Amerika Serikat 

Penerapan proteksionisme pertama antara kedua negara ini dilakukan oleh Amerika Serikat yang memang dari awal sudah merasa terancam dengan kehadiran serta kemajuan dan perkembangan ekonomi yang terjadi di Tiongkok. Kebijakan proteksionisme pertama yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Tiongkok adalah meningkatkan tarif terhadap produk buatan Tiongkok yakni mesin cuci dan juga panel tata surya. Kebijakan ini diterapkan pada awal bulan Januari 2018. 

Tak berselang lama, pada 8 Maret 2018, Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan atau tindakan proteksionisme lagi terhadap Tiongkok dimana pada tindakan ini, Amerika Serikat dibawah pimpinan Donald Trump pada masa itu menerapkan tarif tambahan untuk impor aluminium dan baja masing-masing sebesar 10% dan 25%. Bagi Tiongkok sendiri, industri aluminium merupakan salah satu industri utama yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi mereka sehingga industri aluminium berada dalam kontrol penuh pemerintah melalui BUMN Tiongkok sejak tahun 2006. 

Namun hal ini malah dipandang Amerika Serikat sebagai ancaman karena Tiongkok melakukan subsidi kepada BUMN yang menyebabkan aluminium yang di export dari Tiongkok jauh lebih murah sehingga menciptakan ketidakadilan dalam perdagangan internasional terkhususnya ketika Amerika Serikat sudah menganggap Tiongkok sebagai mitra dagangnya. Setelahnya, Amerika Serikat dalam kebijakan proteksionisme nya meningkatkan tarif impor sebesar 25% pada beberapa jenis barang terkhususnya barang baku teknologi yang didapat dari Tiongkok dengan nominal yang berbeda-beda setiap produknya. 

  Penerapan Proteksionisme dari Pihak Tiongkok 

Tindakan proteksionisme yang terlebih dahulu dilakukan oleh pihak Amerika Serikat, tentunya akan direspon oleh pihak Tiongkok dengan menerapkan kebijakan proteksionisme juga terhadap Amerika Serikat. Untuk merespon tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Tiongkok memutuskan untuk mengubah besaran bea cukai pada produk impor dari Amerika Serikat pada tanggal 2 April 2018. 

Kenaikan bea cukai ini dimulai dari 15% dan paling maksimal adalah 25% yang mana target utama dari kenaikan bea cukai ini adalah komoditas pertanian seperti kacang-kacangan, berbagai macam jenis buah yang diimpor dari Amerika Serikat. Selain meningkatkan besaran bea cukai, Tiongkok juga merespon tindakan proteksionisme Amerika Serikat dengan meningkatkan tarif pada beberapa produk dari Amerika Serikat mulai dari 5% hingga yang paling maksimal 25% dengan nilai produk yang berbeda-beda. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun