COVID-19 yang muncul untuk pertama kalinya di Indonesia pada Minggu (2/3/20) tentunya menjadi sesuatu yang tak pernah di harapkan oleh semua lapisan masyarakat termasuk pemerintah Indonesia sendiri. Virus COVID-19 mulai merebak di seluruh dunia sejak akhir tahun 2019 lalu dan dampak yang ditimbulkan mengganggu seluruh sendi kehidupan dunia internasional baik itu segi ekonomi, sosial-budaya dan yang terutama kesehatan.Â
Kasus COVID-19 pertama yang di konfirmasi oleh pihak pemerintah Indonesia ternyata tidak mendapat tanggapan seperti apa yang diharapkan. Faktanya, pada saat kasus COVID-19 pertama di konfirmasi, satgas yang sudah ada tidak bersifat responsif dan efektif sehingga muncul tanggapan yang menyatakan pemerintah Indonesia tidak serius dan cenderung lamban dalam menanggapi isu kesehatan global ini meski WHO (World Health Organization) sudah melakukan sosialisasi tanggap darurat COVID-19 sebelumnya. Â (Jatmika et al., 2022)Â
Lambannya tanggapan awal pemerintah Indonesia mengenai isu ini diikuti dengan lonjakan kasus yang semakin tak terkendali setiap harinya. Tercatat dalam satu hari lonjakan kasus COVID-19 mencapai 57.049 (15/7/21). Â
Upaya pencegahan awal seperti physical distancing dan social distancing sulit dilaksanakan dalam masyarakat Indonesia karena anggapan bahwa Indonesia adalah negara yang "tidak disukai" oleh virus COVID-19 kian meluas setiap harinya. Selain pandangan skeptis ini, tantangan lainnya adalah ketika  masyarakat mulai melakukan panic buying yang tentunya mengganggu roda perekonomian Indonesia.Â
Kondisi chaos yang terjadi tentunya menjadi perhatian utama pemerintah pada masa itu. Masyarakat semakin risau dengan kondisi yang ada sehingga mendesak pemerintah untuk mengambil sikap secepat mungkin. Â
Hal ini mengharuskan pemerintah mulai mencari cara untuk menghentikan penyebaran virus dan juga mengendalikan kembali kekacuan yang ditimbulkannya. Melihat urgensi nya, jalan keluar yang harus diperoleh adalah penangkal dari si virus COVID-19 ini sendiri yaitu vaksin.Â
Sama halnya dengan negara lain di seluruh dunia, Indonesia bersusah payah untuk mencari alokasi vaksin yang bisa menjangkau seluruh masyarakat. Namun masalahnya, vaksin COVID-19 pada masa itu dapat diibaratkan sebagai sebuah harta karun yang di buru oleh semua pihak sehingga sulit untuk memperolehnya. Hal ini diperparah dengan ketidakmampuan Indonesia untuk memproduksi vaksin secara massal baik karena keterbatasan teknologi maupun dana.Â
Menanggapi urgensi yang terjadi, kabinet nasional Indonesia mulai melakukan upaya kerja sama dengan dunia internasional sehingga dilema vaksin bisa segera ditanggani. Melalui Kementerian Luar Negeri, muncullah suatu regulasi atau kebijakan politik luar negeri Indonesia yang disandingkan dengan isu kesehatan global ini.Â
Regulasi tersebut adalah diplomasi vaksin. Diplomasi vaksin digunakan sebagai forum untuk negara-negara yang tidak bisa memproduksi vaksin mandiri secara massal sehingga dilakukan kerja sama dalam pemenuhan kebutuhan vaksin.Â
Regulasi ini menjadikan Indonesia mulai mencari pihak-pihak yang bisa diajak untuk berkolaborasi dalam memenuhi pasokan vaksin bagi Indonesia. Salah satu partner kolaborasi Indonesia adalah COVAX (Covid-19 Vaccine Global Access) Facility.Â
COVAX merupakan mitra kerja sama yang menaruh perhatian utama kepada negara-negara berpenghasilan menengah-rendah yang tidak mampu memproduksi vaksin sendiri secara massal sehingga tercipta keadilan vaksin bagi seluruh negara di dunia. Kerja sama Indonesia dengan COVAX memampukan Indonesia untuk membawa pulang 3,5 juta dosis vaksin pertama.Â
Meski komitmen utama Indonesia dalam melakukan diplomasi vaksin dengan COVAX Facility adalah untuk mengamankan pasokan vaksin domestiknya setelah kelalaian dalam tanggap darurat kasus awal, Â fakta lapangan menunjukkan bahwa komitmen Indonesia lebih besar dari sekedar pasokan vaksin. Melalui Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, Indonesia menyatakan sikap bahwa Indonesia mendukung upaya keadilan vaksin.Â
Posisi Indonesia dalam politik luar negerinya  yang mendukung keadilan bagi seluruh negara bukan tanpa dasar karena sejak awal seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia sudah menjunjung tinggi nilai keadilan bagi seluruh bangsa di dunia.Â
"Indonesia continues to call for vaccine equity for all countries, and we advocate this cause in every international forum"Â ucap Retno pada Sabtu (8/5/21). Pernyataan sikap ini membuktikan bahwa Indonesia melalui kerja sama dengan COVAX Facility dengan tegas mendukung segala bentuk upaya pengadaan vaksin termasuk kepada negara-negara berkembang yang kesulitan untuk memperoleh vaksin sehingga tidak muncul anggapan bahwa vaksin untuk isu kesehatan global ini hanya bisa digapai oleh negara-negara super power.Â
Komitmen Indonesia semakin terlihat setelah terpilihnya Indonesia menjadi ketua pelaksana diplomasi vaksin dengan mitra kerjasama COVAX Facility. Tanggung jawab sebagai ketua pelaksana tentunya menjadikan komitmen diplomasi Indonesia semakin besar dan tearah untuk jangka waktu yang panjang.Â
Posisi Indonesia sebagai ketua pelaksana diplomasi vaksin untuk negara-negara berkembang, tentunya menjadikan citra Indonesia dalam politik luar negerinya semakin baik dan positif. Citra Indonesia sendiri sebagai seorang pemimpin dalam beberapa forum memang sudah dikenal secara luas dalam dunia internasional sehingga bukan hal yang baru lagi jika Indonesia terpilih menjadi pemimpin dalam forum diplomasi vaksin ini juga.Â
Komitmen awal Indonesia melakukan diplomasi vaksin dengan mitra kerja sama COVAX Facility, hanyalah untuk memenuhi serta menjaga pasokan vaksin domestik. Namun komitmen yang  awalnya domestik meluas menjadi komitmen internasional dimana Indonesia juga ikut memikirkan kondisi negara-negara lain khususnya negara berkembang dengan pendapatan menengah-rendah. Suksesnya Indonesia memperoleh kepercayaan dunia internasional dalam diplomasi vaksin, semakin memperkuat posisi Indonesia dalam dunia internasional.Â
Pelaksanaan komitmen diplomasi vaksin yang baik menjadikan Indonesia secara tidak langsung membuka peluang untuk memenuhi kepentingan nasional lainnya. Kepentingan nasional yang harus dilakukan dengan cara bekerja sama dengan dunia internasional semakin mudah dilakukan mengingat citra dan posisi Indonesia yang semakin positif setelah kepemimpinan diplomasi vaksin yang berhasil dilakukan. Sehingga tak hanya memenuhi kepentingan nasional pada masa itu, Indonesia juga sudah mengamankan posisi untuk kepentingan nasional yang menjadi dasar kebijakan politik luar negeri di masa mendatang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H