Pada tanggal 20 Mei 2024, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan pencabutan Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung yang melegalkan pembakaran lahan tebu. Perintah ini dikeluarkan setelah adanya uji materiil yang diajukan oleh sejumlah organisasi lingkungan dan masyarakat sipil yang menilai bahwa Pergub tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan merusak lingkungan.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH):
- Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PPLH secara tegas melarang kegiatan pembakaran lahan.
- Pasal 88 UU PPLH menyatakan bahwa setiap orang yang tindakannya menimbulkan kerusakan lingkungan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
2.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
- Pasal 50 ayat (3) huruf d UU Kehutanan melarang pembakaran hutan dan lahan untuk tujuan apa pun, kecuali untuk penelitian yang mendapatkan izin dari pihak berwenang.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan:
- Mengatur tentang upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan akibat kebakaran hutan dan lahan.
Pembakaran lahan tebu sering digunakan sebagai metode cepat dan murah untuk membersihkan sisa-sisa tanaman. Namun, peraturan nasional seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas melarang praktik pembakaran lahan yang tidak terkendali. Pembakaran semacam ini menghasilkan emisi gas rumah kaca, polutan udara, dan kabut asap yang membahayakan kesehatan masyarakat dan merusak lingkungan.
Dampak pembakaran lahan tidak hanya lokal tetapi juga regional dan global. Pembakaran lahan secara signifikan berkontribusi terhadap pencemaran udara yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan. Selain itu, praktik ini merusak kualitas tanah dan mengurangi kesuburan tanah jangka panjang, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan.
Pergub Lampung yang melegalkan pembakaran lahan tebu jelas bertentangan dengan UU PPLH dan UU Kehutanan yang melarang pembakaran lahan untuk alasan apa pun. Ini menimbulkan konflik regulasi antara peraturan daerah dan undang-undang nasional.
Pembakaran lahan tebu secara langsung berkontribusi terhadap pencemaran udara, kerusakan tanah, dan risiko kesehatan masyarakat sekitar. Praktik ini juga bertentangan dengan upaya nasional dan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim.
Keputusan MA untuk mencabut Pergub Lampung adalah langkah yang tepat untuk melindungi kepentingan umum dan lingkungan. Ini menunjukkan bahwa regulasi daerah tidak boleh mengabaikan atau mengurangi perlindungan yang sudah diatur dalam undang-undang nasional.
Keputusan ini menciptakan preseden penting untuk kasus-kasus serupa di masa depan. Ini juga memperkuat peran pengawasan oleh masyarakat dan lembaga non-pemerintah dalam memastikan kebijakan publik mematuhi hukum yang berlaku dan mempertimbangkan dampak lingkungan.