Mohon tunggu...
Kat -
Kat - Mohon Tunggu... -

Halaa rilek bro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Membenci Malaysia?

17 November 2011   08:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:33 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari hari ke hari biduk kerukunan Indonesia Malaysia silih berganti diterpa kasus per kasus. Ada yang menyikapinya dengan arif, ada juga yang tidak. Banyak yang bersikap konyol menyikapi persoalan-persoalan sepele yang tidak penting sama sekali. Dan media masa seperti tivi, suka menjadi kompor apabila ada satu perkara perselisihan terjadi. Sehingga dengan waktu cepat kasus akan menghangat di masyarakat yang mudah terprovokasi.

Ada juga kita lihat orang meneriakkan "ganyang Malaysia". ??? Biasanya berasal dari orang-orang yang sangat mendewakan Soekarno. Saya sulit sekali menemukan kebenaran di balik kata-kata tersebut. Ada kasus teriak ganyang Malaysia, ada kasus lagi teriak lagi ganyang Malaysia, tanpa mempelajari dulu duduk perkaranya bagaimana. Kalaulah kedua pemimpin negara yang bersitegang waktu itu, yaitu Soekarno dan Agong Malaysia masih hidup, mungkin sekarang Soekarno akan malu jika mengukur di mana level Indonesia dan di mana level Malaysia. Akankah terus meneriakkan ganyang Malaysia? Terserah.

Selama ini yang sering menjadi pihak penggugat adalah Indonesia. Biasa lah, seperti di komplek perumahan dan di kawasan pabrik yang resek biasanya kuli dan preman yang nongkrong di kawasan itu yang merasa berkuasa. Penghuni komplek atau pemilik pabrik biasanya menghindari konfrontasi dan memelihara ketenangan dan kedamaian. Apakah Indonesia seperti preman tersebut?

Kembali ke hal konyol yang diributkan saya mengulas beberapa.

Batik

Indonesia menuduh Malaysia mencuri kebudayaan batik. Saya jadi muncul pertanyaan bagaimana cara Malaysia mencurinya? Apakah dengan mengirim orang belajar membatik ke Indonesia, kemudian setelah bisa membuatnya sendiri di Malaysia? Ataukah dengan memasang kamera pengintai di langit, kemudian mencontek ilmunya? Atau bagaimana? Kalau memang Malaysia mencurinya dari Indonesia, lalu Indonesia mencuri budaya batik itu dari mana? Bukankah Indonesia cuma berani mendaftarkan diri ke PBB sebagai pewaris budaya batik, bukan sebagai penemu batik? Kenapa Tidak sekalian saja Indonesia meng-klaim sebagai penemu batik? Kalau Indonesia berani meng-klaim sebagai penemu batik, saya yakin seluruh dunia akan menertawakan Indonesia. Tidak ada yang pasti asal-muasal batik. Mungkin Mesir, India atau lainnya. Atau mungkin juga Jepang. Tapi berhubung Jepang adalah negara serba otomatik, urusan batik-membatik telah mereka serahkan ke mesin.

Semua ada ciri masing-masing. Batik Jawa kah, Malaysia kah, Papua kah, Sarawak kah punya perbedaan pada motif gambarnya. Seperti halnya ukiran, juga ada di seluruh dunia. Ukiran Dayak kah, Asmat kah, Jepara kah atau lainnya, berbeda dari motif ukirnya. Tak ada yang meng klaim penemu ukir di dunia. Mana yang jadi nomor 1? Serahkan saja kepada selera pasar. Yang mana yang jadi buah bibir, itulah dia.

Ngomong-ngomong saya terkesan dengan Rendang Minangkabau atau Rendang Padang. Tanpa sibuk dengan urusan klaim meng-klaim, telah dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia. Setidaknya menurut sebuah versi. Padahal rendang telah dibuat juga oleh Malaysia, Jawa dan lain-lain. Percayalah pasar tidak pernah bohong.

Masih mau meributkan batik? Terserah.

Penggeseran patok batas di Camar Bulan

Baru-baru ini Indonesia meributkan patok batas negara yang katanya bergeser di Camar Bulan. Saya ingat isu ini dihembuskan DPR RI saat pamor DPR merosot saat ada perseteruan DPR dengan KPK, sampai keluar ide pembubaran KPK. Hal itu membuat DPR menjadi bulan-bulanan hujatan seluruh rakyat Indonesia. Entah sengaja atau tidak kemudian isu Camar Bulan muncul ke publik. Saya lebih menganggap hal ini sebagai pengalihan isu saja. Kalau tidak percaya lihatlah sekarang mana perkembangan kasusnya? Kasusnya seperti hilang ditelan bumi.

Atau kalau pun Malaysia betul memindahkan patok batas saya jadi muncul pertanyaan:


  1. Kapan hal itu terjadi, kenapa baru ribut sekarang?
  2. Kenapa yang heboh petinggi di Jakarta, padahal rakyat di perbatasan hidup rukun dan damai?
  3. Untuk apa Malaysia melakukannya?
  4. Bagaimanakah cara Malaysia melakukan pemindahan patok tersebut? Apakah dengan mengendap-endap tengah malam? Atau dengan cara menyamar jadi kerbau? Atau dengan menggunakan ilmu hitam? Atau bagaimana?


Dan sekali lagi, sekarang bagaimana perkembangan kasus ini? Kemana orang yang dulu berteriak itu? Kemana semangat media televisi yang sepertinya begitu berapi-api mengekspos?

Budaya lainnya

Banyak juga budaya lainnya yang diributkan, seperti Reog. Tidak kah mengerti arti kata serumpun? Ibarat serumpun bambu, lain batang tapi jenis bambunya pasti sama. Ibarat serumpun tebu, lain batang tapi jenis tebunya tak akan berbeda. Tak ada tebu yang serumpun satu tebu hitam, satunya lagi tebu kuning.

Begitu juga serumpun Indonesia Malaysia. Banyak nenek moyang orang Malaysia berasal dari Indonesia. Jawa, Bugis, Banjar, Minangkabau dan lain sebagainya. Jadi kalau sekarang ditemukan budaya-budaya yang mirip, adalah hal yang wajar.

Batas laut

Yaelaah... seluruh negara di dunia juga masih bersengketa masalah batas laut. Negara semaju Jepang dan Korea Selatan saja masih belum menemukan titik temu mengenai perbatasan laut mereka.

Mungkin kalau laut sudah bisa dipasangi garis polisi, atau laut sudah bisa dipasang patok atau dibuat tembok, baru masalah batas laut bisa terselesaikan. Yang namanya laut air semua, ya tidak bisa dibuat garis.

Saya tak habis pikir karena hal sepele yang remeh-temeh seperti itu orang memilih untuk membenci dan memusuhi. Mungkin membenci itu sudah menjadi sifat dasar mereka. Saya ingat dulu saking bencinya sampai ada sweeping warga Malaysia di Jakarta. Kalau pun misalnya dapat, mungkin hanya puluhan atau ratusan orang saja. Bayangkan kalau di Malaysia juga dilakukan sweeping warga Indonesia, pasti hasil nya akan jutaan orang.

Kita tidak akan menjadi besar dengan mempertontonkan keberingasan. Apalagi di zaman sekarang. Padahal Indonesia adalah negara terbesar di dunia penduduk muslim nya. Tapi kemana nilai-nilai Islam itu? Kita suka diingatkan untuk pintar-pintar mencari teman. Tapi kita pun sebenarnya harus pintar-pintar juga memusuhi orang. Jangan asal!

Salam Damai Selalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun