Kemarin status Indonesia berubah menjadi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui Keppres No.11 Tahun 2020. Di dunia maya banyak yang salah kaprah menyamakannya dengan Darurat Sipil termasuk yang mengklaim diri paham Ketatanegaraan.
Tapi biarlah itu dijelaskan dan dicerahan oleh pakarnya. Saya jelas bukan, saya adalah seorang pedagang daring (online) karenanya saya akan menulis sesuai bidang pengalaman (bukan keahlian).
Beberapa bulan lalu ketika saya menulis opini seputar kredibilitas rating di perdagangan daring (online) baik barang seperti di marketplace maupun jasa seperti hail-ride (Grab, Go-Jek, dll) mungkin tak banyak yang menganggap penting.
Besaran omzet dan kecenderungan konsumen belanja barang maupun jasa secara daring membuat penjual barang/jasa terlena dan mulai menyepelekan konsumen.
Konsumen dianggap sebagai poin, sebagai angka-angka dan sisi kemanusiaannya dilupakan.
Buktinya? Tengok saja pedagang di marketplace yang bikin klausula seenak dengkulnya. Menyebut “Be Smart Buyer” padahal isinya sekedar upaya melepaskan diri dari pertanggungjawaban.
Walaupun itu bisa dipermasalahkan dari sisi hukum Perjanjian tapi sebagian besar konsumen tentu tak mau repot dan pilih mengalah.
Situasi itu dimanfaatkan makin banyak pedagang daring untuk membuat klausula yang makin aneh-aneh seperti “Tidak menerima review negatif” dan klausul-klausul lain yang jamak dipakai oleh pedagang cengeng.
Bagaimana dengan jasa hail-ride?
Sama saja, makin tingginya pengguna jasa muncul oknum-oknum yang berani mengancam menurunkan penumpang, SMS gelap ke pengguna jasa ketika tak diberi bintang 5 atau ordernya di cancel karena permintaan driver sendiri tapi emoh kalau alasan yang dipilih konsumen sesuai faktanya.