Mohon tunggu...
Katherine Kat
Katherine Kat Mohon Tunggu... Freelancer - Wife, Mom & Self-employed

Tinggal di Toorak, VIC dan Jawa Tengah, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pileg: Mencari Jarum di Tumpukan Jerami

6 April 2014   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktif di dunia maya meski menurut saya sangat relevan untuk kondisi saat ini namun bukan pula satu-satunya yang harus dilakukan. Hal-hal kecil lain yang mungkin selama ini dinilai tidak berarti terus terang bagi beberapa orang bisa menjadi patokan dalam menilai parpol atau caleg. Misalnya pelanggaran terhadap pedoman berkampanye termasuk memasang spanduk di pohon atau tempat-tempat lain secara sembarangan serta merusak estetika bisa membentuk persepsi para pemilik suara. Pada masa tenang dimana semestinya atribut-atribut kampanye sudah dilepaskan namun tidak segera dilepas dan pada akhirnya baru dicopot oleh Satpol PP sejujurnya di mata saya sudah menunjukkan bahwa parpol atau caleg yang bersangkutan tidak bisa diandalkan. Mengurus masalah sepele saja tidak becus, bersikap disiplin dan etis untuk hal kecil saja tidak sanggup, mana bisa dipercaya untuk hal-hal yang lebih besar?

Hal-hal di atas hanya sebagian kecil dari fakta yang membuat saya sulit menjatuhkan pilihan pada Parpol dan Caleg tertentu. Namun ada hal lain yang membuat saya sering ragu-ragu dalam memberikan suara.
Beberapa tahun lalu di kota kecil tempat tinggal saya (di Indonesia) seorang pengusaha kecil yang saat itu mata pencahariannya hanya menyewakan film (VCD) memutuskan untuk mencalonkan diri. Kebetulan partai yang mencalonkan namanya kala itu sedang naik daun berkat branding dianiaya oleh kekuasaan. Maka tak butuh waktu lama hingga sang caleg tersebut memperoleh dukungan besar dari masyarakat.

Namun apa yang terjadi? Setelah terpilih, partainya pun kuat ternyata perilakunya berubah drastis. Sikap arogannya menjadi-jadi, dengan mata kepala sendiri saya lihat suatu ketika di sebuah swalayan beliau datang dengan para “pengawalnya”. Pengawal tersebut menyingkirkan pengunjung swalayan lain yang sedang berbelanja dengan kalimat “awas-awas! Bapak mau lewat!”

Dan bukan hanya itu, pameran arogansi serta penyalahgunaan kekuasaan pun berkali-kali dilakukan oleh yang bersangkutan dan keluarganya selama beberapa tahun terakhir. Mengherankan bahwa hingga kini posisi parpol dan oknum yang bersangkutan masih cukup kuat di kota kecil tersebut.

Pengalaman tersebut terus terang membuat saya lebih berhati-hati dalam menilai parpol dan caleg nya dikemudian hari.

Uang dan kekuasaan masih tetap saya yakini tidak merubah karakter seseorang, namun uang dan kekuasaan menunjukkan jati diri dan karakter sesungguhnya dari seseorang. Sayangnya untuk mengenal karakter dan jati diri asli dari seseorang tidaklah mudah.

Selain itu seperti saya tulis pada tulisan lalu, bahwa seperti bangsa Asia pada umumnya bangsa Indonesia pun masih bersikap primitif dengan menjadikan uang dan kekuasaan sebagai simbol-simbol palsu. Karenanya penyalahgunaan keduanya lebih sering terjadi di Indonesia dibanding di tempat tinggal saya saat ini.

Sikap santun menjadi sikap yang sangat langka dan sulit ditemukan diantara mereka yang memiliki uang dan jabatan di Indonesia, padahal di sini sejauh yang saya amati uang dan jabatan tidak membuat orang menjadi bersikap primitif dan kehilangan sikap santun.

Oleh karena sulitnya mengenal parpol dan caleg satu per satu akhirnya satu-satunya yang saya perhitungkan adalah sikap santun dari seorang caleg. Untuk mereka yang baru muncul namanya tentu kredibilitasnya belum teruji, karenanya saya cenderung memilih nama-nama yang mencalonkan kembali dan sudah terbukti memiliki etika dan sikap santun selama memegang mandat yang diberikan oleh masyarakat.
Mungkin terasa tidak adil bagi nama-nama baru, namun apa boleh buat pengalaman saya membuat saya pilih bersikap aman.

Dan jumlah mereka yang santun juga tidak banyak, karena itu saya menyebutnya mencari jarum di tumpukan jerami.

Akhirnya bagi saudara-saudara di Indonesia yang baru akan memberikan suaranya beberapa hari lagi saya mengucapkan selamat menyampaikan aspirasi Anda, semoga bukan sekedar janji-janji dai isu-isu murah bahan komoditas para caleg dan parpol saja yang menjadi pertimbangan Anda.
Harapa saya semoga Anda bisa menemukan jarum-jarum di tumpukan jerami tersebut…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun