Mohon tunggu...
Katharina Zianet
Katharina Zianet Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

FISIP UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Semana Santa dalam Wajah Media

19 Desember 2020   14:58 Diperbarui: 19 Desember 2020   15:07 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komunikasi mewujudkan cita-cita masyarakat dan merupakan bagian dari cara hidup individu sebagai makhluk sosial. Bentuknya ini diwujudkan oleh media massa melelui pernyataan dalam berita, rekaman musik, komedi, dan lain-lain. Dengan cara ini, media tidak hanya dapat mendeskripsikan, tetapi juga membentuk dunia sosial dan prilaku individu yang terus berkembang.

Konsep ritual memungkinkan kita untuk mempertimbangkan lebih dalam peran dan fungsi media dalam komunikasi antar budaya. Oleh karena itu, ini membantu kita memahami bagaimana media berkontribusi pada produksi realitas budaya kita.

Ketika media memutuskan bagaimana menyampaikan carita tentang dunia dari sudut pandang tertentu dan menekankan fakta tertentu, setidaknya ada tiga cara media mempersuasi budaya (Samovar: 2014).

Media sebagai pedoman pemahaman budaya. Dalam hal ini juga berhubungan dengan cara media membingkai cerita tentang satu budaya mempengaruhi pemahaman kita tentang budaya tersebut.

Gambaran media terkait prosesi Semana Santa, menunjukan budaya religi umat Katolik Larantuka pada saat Perayaan Paskah. Dalam pembingkaian berita ditunjukan tahapan-tahapan prosesi yang wajib diikuti para peziarah. Bermula dari malam Rabu Tebelenggu, di mana umat memperingati peristiwa Yesus di belenggu algojo-algojo yang menangkapnya. Lalu memasuki Kamis Putih untuk mengenang malam perjamuan terakhir Yesus bersama murid-murid. Kemudian pada hari puncak Jumat Agung hari Yesus wafat, umat menggelar ritual Perpetu (Antaranews.com: 2018). Tradisi ini telah dimulai sekitar 500-an tahun lalu.

Media membentuk framing untuk memahami perbedaan budaya. Menurut Goffman (dalam Muslim: 2013, hal.81) framing yang dilakukan media membimbing individu dalam membaca realitas.

Dari pemberitaan yang dilakukan media terhadap prosesi Semana Santa, media membingkai peristiwa tersebut dengan menunjukan sisi toleransi masyarakat Larantuka. Melalui frame ini media menuntun pemahaman kita bahwa dalam realitanya meskipun mayoritas penduduk beragama Katolik akan tetapi meraka hidup dengan menjunjung tinggi toleransi bersama umat beragama lain.

Media sebagai alat transmisi budaya. Kita seringkali tidak menyadari bagaimana media mengkonstruksi, mengubah, dan meyebarluaskan paham tentang nasionalisme, kesuksesan, atau norma budaya lain. Peran media sebagai alat transmisi budaya membawa dampak baik pada kelestarian budaya religi masyarakat Larantuka yang telah berjalan lima abad.

Fungsi media dalam melanjutkan sosialisasi budaya dari berbagai generasi pada tataran norma, menempatkan posisi Tuan Ma atau Bunda Maria pada derajat paling tinggi dalam kehidupan masyarakat setempat. Di mana dalam prosesi tersebut ditunjukan dengan mencium Tuan Ma"

Dengan tersebar secara luas berita-berita tentang Semana Santa menciptakan pandangan positif pada budaya religi ini. Bukti konkrit dari peran media ini tampak pada banyakanya peziarah yang datang dari luar maupun domestic mengikuti prosesi Semana Santa. Dilansir dari Detiknews (2017) pada tahun 2017 jumlah peziarah menjelang berlangsungnya prosesi Semana Santa mencapai 5000 peziarah. Sementara itu pada tahun 2019 tidak kurang dari 20.000 peziarah mengikuti prosesi ini (Stylekontan.co.id: 2019).

Artikel Berita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun