Komunikasi menjadi suatu hal yang tak dapat terhindarkan. Dimanapun kita berada atau kapanpun waktunya, kita tetap melakukan komunikasi. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai hajat pribadi yang harus terpenuhi. Adanya komunikasi menjadi jalan penghubung dalam mencapai hajat yang di inginkan. Namun, realitanya komunikasi yang terjadi sering mengalami hambatan. Terutama ketika para pelaku komunikasi berasal dari latarbelakang yag berbeda.
Berbicara komunikasi dan budaya ibarat air dan tumbuhan, tidak dapat dipisahkan dan saling memengaruhi. Pada dasarnya komunikasi antarbudaya bertujuan untuk menjebatani perbedaan, menunjukan identitas sosial dan mengubah persepsi individu.
Baca juga : Peran Penting Media dalam Komunikasi Antar Budaya
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan Negara multi kultur. Tercatat pada tahun 2010 sebanyak 652 bahasa daerah dan 1.331 kelompok suku ada di Indonesia (Kompas.com, 2019). Jumlah ini akan terus mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya angka imigrasi dan urbanisasi.
Salah satu teori Johari Window tentang pengungkapan diri menjelaskan, bahwa individu membuka diri tentang perasaan terhadap suatu kejadian yang beru disaksikan kepada orang lain guna memperoleh tanggapan atau sebaliknya (Siregar, 2017). Sejalan dengan pemikiran Johari tanpa adanya niat membuka diri maka dapat dipastikan komunikasi tidak dapat berjalan dengan efektif.
Seperti halnya pengalaman penulis ketika awal hidup di Yogjakarta. Perbedaan cara berbicara orang NTT dan Jawa yang cenderung halus, menyebabkan sering terjadi miskomunikasi. Aksen NTT yang cenderung mempunyai ritme cepat bertemu aksen Jawa yang pelan dan halus, membuat penulis sering tidak memperoleh tanggapan seperti yang diharapkan.
Baca juga : Alasan Penting Mempelajari Komunikasi Antar Budaya
Dalam buku Communication Between Cultures karya Semovar, menjelaskan alasan penting mempelajari komunikasi antarbudaya (Semovar, 2010).
· Keunikan individu. Perbedaan karakter individu menghasilkan elaborasi budaya yang dapat dilakukan ketika dua budaya berbeda dihubungkan menjadi satu.
· Adanya bahaya generalisasi. Perbedaan budaya yang tidak hanya tampak dari tampilan luar, namun inti terdalam budaya tersebut. Sehingga tidak ada pemahaman “budaya yang salah”.
· Kebutuhan akan objektivitas.