Boleh saja kita melakukan hal  yang menyenangkan sehingga memberikan rasa nyaman pada diri sendiri. Kita punya hak untuk itu.
Namun, ketika kita melakukan hal yang menyenangkan untuk diri sendiri, tetap perlu yang bernama empati. Bukan takpeduli. Bahwa apa yang kita lakukan tidak menimbulkan ketaktenangan bagi orang lain.Â
Ada orang  yang selalu menggunakan pengeras suara  agar suara terdengar jelas  dari telepon pintarnya. Suara yang terdengar jadi sangat  mengganggu.Â
Selain itu lagu atau acara yang ia setel--tentu saja yang  sangat ia suka--orang lain juga belum tentu suka.Â
Mungkin ia senang mendengar dengan suara keras agar jelas. Ada juga yang menduga mungkin pendengarannya agak kurang.Â
Oleh sebab itu tak jarang juga dengan menggunakan pengeras suara  kecil yang dibawa-bawa.
Apakah bisa menjadikan sebagai alasan yang tepat?Â
Sebenarnya kalau memang pendengaran bermasalah atau suka menikmati lagu dengan suara keras ada solusi. Bisa menggunakan perangkat atau penyuara telinga.  Bisa juga dengan perangkat atau penyuara jemala. Â
Bukankah dengan demikian bisa mendengar dengan suara sekeras-kerasnya sampai puas tanpa mengganggu orang di sekitar.?
Manusia dasarnya memang egois. Namun, tentu tidak elok menjadikan sebagai pembenaran demi kesenangan diri tak masalah mengganggu ketenangan orang lain.
Dunia ini bukan milik sendiri. Hidup kita tidak sendiri. Tidak semua orang suka dengan apa yang kita sukai.Â
Apa yang kita lakukan bisa berpengaruh pada kehidupan orang lain. Kita bukan hidup sendiri dan bebas melakukan apa yang disukai.
Kita perlu belajar hal yang sederhana ini. Berempati. Berpikir di posisi sebaliknya.Â
Apabila kita berada di posisi orang lain tatkala kita melakukan satu hal yang tidak menyenangkan.Â
Sederhana, bukan?Â
Apakah kita sempat berpikir demikian? Itu masalahnya.
cermindiri, 01 Mei 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H