Manakala ada yang minta bantuan, cara yang paling mudah menolak adalah kesulitan diri sebagai alasan.
"Saya sendiri juga susah, boro-boro mau bantu."
Kita bisa langsung katakan atau cukup mendongkol di dalam hati.
Kalau orang yang taksabar mungkin bisa langsung marah. Menganggap yang minta bantuan tak tahu diri atau salah pilih.
Sebenarnya kita bisa dengan tenang menyikapi dan  bisa menakar bantuan apa yang diperlukan.Â
Sekadar penting atau penting dan genting.
Apabila masih dalam batas yang wajar, sekadar untuk makan karena sudah menahan lapar paling tidak kita masih bisa memberikan.Â
Tergantung ada niat atau tidak. Masih ada empati atau tiada. Kecuali kita sudah menutup pintu tidak akan memberi bantuan apapun. Karena diri sendiri sudah dalam kesulitan.
Acap kali saya justru menghadapi kondisi ini. Dalam keadaan terjepit dan terdesak oleh kebutuhan ada saja teman yang datang minta bantuan.
Pikiran yang seketika muncul tentu saja seperti ini: Â "Apa tidak salah? Saya sendiri juga susah. Mana bisa bantu? Saya malah yang mau minta bantuan."
Namun, selanjutnya hati juga tak mau kalah bicara dan mempertimbangkan.
 "Jangan jadikan kesusahan diri untuk tidak memberikan bantuan kepada yang benar-benar membutuhkan."
"Kamu susah saja masih bisa makan. Dia sudah susah mau makan juga  susah," bisik hati lagi dari kesunyian.
Menurut saya ini semacam ujian juga atau tantangan. Mana yang mesti dipilih, lebih condong ke pikiran atau hati?
Jadi, pilih yang mana?
refleksihati, 23 November 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H