Sebenarnya semuanya tiada; tiada mata; tiada mulut, tiada hidung, tiada lidah; tiada telinga; tiada bau; tiada rasa; tiada eksistensi.
Semua yang ada itu tiada.
Seorang murid menjelaskan tentang kekosongan dari sebuah kitab yang ia baca dan merasa sudah paham sekali.Â
Sang guru spontan dengan keras mencubit hidungnya.Â
Sang murid terkejut dan berteriak,"Sakit sekali, Guru! "
Sang guru tersenyum. "Dari mana sakit itu ada kalau hidung tiada?"
Seorang guru dengan bangga menulis pemahamannya akan kebenaran dan pencapaian pembinaan dirinya. Teguh, badai angin takmampu menggoyahkan lagi.
Lalu meminta muridnya mengirim kepada seorang mahaguru.
Berharap pujian tentunya. Namun, ketika sang mahaguru membaca spontan menuliskan kata "kentut" di atas tulisan itu.
Lantas menyuruh murid itu membawa pulang kembali surat tersebut. Sang guru yang membaca menjadi sangat marah. Ia segera mendatangi sang mahaguru meminta penjelasannya. Klarifikasi.
Sang mahaguru dengan tersenyum berkata, "Katanya sudah mampu mengendalikan diri. Badai angin pun tak mampu menggoyahkan hati. Namun, hanya sebuah kata 'kentut' sudah mampu menggoyahkanmu menyeberangi lautan."Â
Antara paham dan sadar sungguh berbeda. Paham bisa menjelaskan dengan ribuan kata, sadar tak dapat menjelaskan dengan kata-kata.Â
Sementara aku paham pun belum setengah. Sadar pun tiada. Â Hanya bisa meminjam kata-kata menjadi petunjuk arah kembali ke hati yang semula.
Siapa tahu ketika hidung ini mencium bau kentut bisa juga mencapai pencerahan.Â
@cermindiri, 13Â September 2022Â