Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Omong Kosong Minyak Goreng

14 Februari 2022   08:06 Diperbarui: 14 Februari 2022   08:14 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya sebuah keadaan yang tidak baik  menyadarkan kita untuk berubah menjadi baik.

Sebagai masyarakat penganut garis keras pemakan gorengan, kelangkaan atau tingginya harga minyak gorengan adalah hal yang menyakitkan. Perih dan pedih. 

Biasanya setiap hari bisa makan gorengan, bisa jadi seminggu sekali. Mau jajan gorengan, harganya memang ada yang sengaja tidak ikut naik, tetapi bentuknya jadi "seupil" alias menciut ukurannya. 

Kenaikan harga minyak goreng yang drastis di pasaran menjadi berita panas. Banyak keluhan masyarakat yang sampai terdengar oleh Pak Presiden. 

Beliau langsung turun tangan, tepatnya bersuara dan mengeluarkan instruksi agar harga minyak goreng segera distabilkan. Normalkan kembali. 

Tak perlu pakai lama terjadi operasi pasar dan harga minyak goreng secara bertahap normal kembali Rp14.000 per liter. Rakyat garis keras penikmat gorengan boleh bersukacita kali ini. 

Bayangkan, apabila harga minyak goreng tetap tinggi di kisaran harga Rp20.000 per liter apa yang akan terjadi dengan negeri ini? 

Apa mau bikin gorengan pakai pertaliite atau bahkan pertamax yang harganya masih lebih murah? Rasanya kayak apa? 

Apa ibu-ibu se-Indonesia akan demo ke Istana minta Pak Jokowi turun, eh minta Pak Jokowi menurunkan harga minyak goreng? 

Ya, masih beruntung ternyata Pak Presiden kita memang cepat bekerja. 

Namun, tulisan ini bukan untuk memuji kerja Pak Jokowi, sehingga mengusulkan agar beliau lanjut sampai tiga periode. Kalau ini nanti penulis yang di demo dan minta diturunkan. 

Ternyata apa yang dikatakan presiden pun bisa jadi omong kosong bagi mereka yang hidup hanya mencari keuntungan. Terbukti harga di pasaran masih tetap ada yang tinggi. Alasannya stok yang dijual sewaktu beli masih dengan harga tinggi. 

Coba, giliran harga barang pada naik, maka tidak perlu menunggu instruksi presiden untuk menaikkan harga. Otomatis naik sendiri, walaupun yang dijual sewaktu beli masih dengan harga lama. Mau enak sendiri ini namanya. 

Mengapa minyak goreng masih menjadi primadona kebanyakan orang, khususnya orang Indonesia? 

Padahal sudah tahu, makanan yang digoreng itu tidak sehat bagi tubuh. Kalau bikin sakit kantong hanya sesekali saja. Ya, pas seperti beberapa waktu yang lalu mendadak naik. Itu juga sudah bikin heboh. 

Oleh sebab itu ada tren hidup sehat menggoreng tanpa minyak. Apa bisa? 

Bisa. Pakai air flyer. Hanya ada masalahnya. Selain harga yang masih cukup mahal, pemakaian listrik juga besar. Selain itu, belum ada jaminan untuk bisa menggoreng kerupuk atau bikin nasi goreng. 

Nah ini, seperti kita tahu, masyarakat kita  juga termasuk penganut garis keras pemakan kerupuk dan nasi goreng. Rasanya aneh orang Indonesia tidak suka makan kerupuk dan nasi goreng. Obama yang mantan Presiden Amerika Serikat saja suka. 

Jadi, pemakaian air flyer belum menjadi solusi terbaik. Soalnya saya sendiri yang cita-citanya mau hidup sehat dengan memakai air flyer untuk menggoreng, masih sering lepas kontrol menggoreng pakai minyak. 

Rasanya lidah ini tidak rela, kalau tidak makan gorengan yang berminyak. Pikirnya sesekali ini. Lama-lama lupa menjadi sering kali.

Saya punya teman yang ahli gizi yang sangat tahu gorengan itu tidak sehat, apalagi sering makan. Oleh sebab itu ia lebih sering makan yang direbus. Tempe saja direbus. Sehat katanya. Enak pula. 

Menurutnya minyak goreng kelapa sawit apabila dipanaskan sampai suhu di atas 100 derajat celsius itu sudah tidak bagus. Apalagi digunakan sampai lebih dari dua kali, bisa menyebabkan kanker. 

Masalahnya, kita lebih mau merasakan enaknya gorengan pada saat ini. Sementara kalau  kena kanker pun itu  nanti. Jadi itu biar  urusan nanti. Buat apa dipikirkan saat ini? 

Prinsip hidup kita lebih baik bagaimana nanti daripada  nanti bagaimana. Bukan begitu? Tidak usah pakai angkat tangan buat pengakuan. Cukup dalam hati saja jawabnya. 

Andai saja kita punya prinsip hidup meminjam setiap kondisi yang tidak baik untuk berubah menjadi baik pasti akan bersyukur dengan kelangkaan atau tingginya harga minyak goreng saat ini. 

Kenapa bisa begitu? 

Ya, karena dengan kondisi ini kita punya pilihan yang lebih baik untuk berhenti atau paling tidak mengurangi makan segala jenis gorengan. Keuntungannya selain menjadi lebih sehat bisa hemat pula. 

Mestinya kalau  bisa ada keuntungan semuanya tertarik dan mau. 

Masalahnya kalau keuntungan dalam hal tidak makan gorengan sulit ada yang mau. Kenapa ya? Padahal momen yang sangat tepat dan berharga. 

Karena kenikmatan lidah lebih menggoda. 

Bicara soal meminjam keadaan yang tidak baik, agar kita bisa berubah menjadi lebih baik termasuk dalam kondisi pandemi yang masih kita rasakan saat ini. 

Seperti kita tahu saat terjadinya penyebaran Covid-19 di seluruh dunia sangat memaksakan kita untuk disiplin untuk taat protokol kesehatan (prokes). Tentu saja juga menjaga kesehatan tubuh dengan makanan yang sehat. 

Apakah kondisi yang terjadi membuat kita semua mau mendisiplin diri dan menjaga kesehatan? 

Realitas membuktikan, bahkan dalam kondisi darurat terjadi banyak kematian masih ada masyarakat yang tidak peduli untuk taat prokes. 

Belakangan setelah kasus penularan Covid-19 mulai menurun, orang-orang mulai mengabaikan prokes. Bahkan beberapa acara keagamaan yang saya lihat di depan mata urusan prokes sudah dianggap omong kosong. Yang pakai masker hanya satu dua orang. Takada urusan menjaga jarak lagi. 

Kondisi yang pernah memaksakan kita untuk mengubah gaya hidup yang lebih disiplin seakan bagai angin lalu. Istilah normal baru tidak berlaku karena kita kembali lagi kepada kebiasaan lama. 

Kondisi yang pernah mengajarkan kita untuk disiplin hidup bersih dan sehat kembali jadi kenangan karena kita kembali kepada hidup gaya lama lagi. 

Ketakutan karena suatu kondisi, sehingga menjadikan kita untuk belajar disiplin tidak membuat kita sadar untuk hidup dengan cara yang benar. 

Apa yang kita lakukan sekadar terpaksa karena keadaan dan aturan bukan atas kesadaran.

Sama halnya dengan terjadi banjir atau gunung erupsi  sejatinya mengajarkan kita untuk pandai membaca tanda-tanda alam dan memilih tempat yang aman untk tinggal. 

Namun, yang terjadi kita malah tidak belajar dan abai. Seperti kita paham sebelum terjadi suatu kondisi  alam yang tidak kita kehendaki akan muncul tanda-tanda, sehingga kita bisa mencari tempat aman. 

Seperti contoh erupsi Gunung Semeru, sebelum terjadi sudah berkali-kali memberikan tanda akan terjadinya erupsi. Mengapa tidak terbaca? 

Sama halnya dengan banjir, kerap kali  sudah tahu kondisi tempat tinggal kita itu rawan banjir, tetapi kita tidak belajar mencari solusi terbaik dengan tetap tinggal di situ. Bahkan diberikan pilihan untuk pindah pun masih tidak mau karena sudah merasa nyaman dalam ketaknyamanan dan ketakutan untuk mengubah keadaan. 

Alam melalui setiap peristiwa hendak menyadarkan kita, tetapi kita malah tidak menyadarinya atau menganggap sekadar omong kosong. Beginilah dunia. 

____ 

@cermindiri, 26 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun