Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengingatkan Omong Kosong

15 November 2021   16:27 Diperbarui: 15 November 2021   17:48 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya menunjukkan kesalahan seseorang, bukan berarti saya sedang mengajari, tetapi untuk mengingatkan. Karena saya sendiri masih penuh dengan kesalahan.

Saat membaca  acap kali menemukan kata-kata yang salah. Baik salah eja maupun salah makna. 

Ibarat sedang menyantap sebuah hidangan dengan berselera, tiba-tiba menemukan sehelai rambut. Langsung terasa ada yang berbeda. 

Yang paling sering kesalahan penulisan "tak bergeming" dan "merubah" atau "dirubah". 

Misalnya lagi mau menulis "menguatkan" yang tertulis  "menakutkan" atau "membunyikan" jadi "menyembunyikan". Beda-beda tipis. Yang lainnya sudah lupa. 

Untung belum pernah bertemu penulisan "berkuda dengan sapi" misalnya. Kalau pernah ada paling langsung ingat tertawa. 

Kadang  mau masa bodoh, tetapi ada perasaan tidak enak apabila tidak mengingatkan. Sebaliknya juga ada muncul  perasaan hal ini akan membuat tidak enak perasaan orang lain. Khawatir jadi salah paham. Takut dianggap usil atau sok pintar. 

Kemudian saya mencari cara yang aman. Caranya cukup dengan mengutip pada bagian yang ada kesalahan tanpa komentar apa-apa. Bisa langsung pada kolom komentar, secara pribadi melalui jalur pesan WhatsApp, atau di grup WA. Tergantung kondisi dan situasi. 

Bagaimana bila tidak ada tanggapan sama sekali?

Ya, sudah. 

Niat saya memang sekadar mengingatkan karena saya tidak punya kapasitas untuk mengajarkan dalam hal berbahasa yang baik dan benar. 

Oleh sebab itu saya juga sangat terbuka bila ada yang berkenan mengajari. Paling tidak juga mau mengingatkan. 

Dari pengalaman ini juga memberikan pembelajaran yang berharga bagi kehidupan secara umum buat saya pribadi. 

Menyadari Kesalahan dan Mau Berubah

Ada yang ketika diingatkan kesalahannya akan segera merespon   menyadari kesalahan yang ada dengan  memperbaiki dan berterima kasih. 

Sejatinya memang ketika ada yang bersedia mengingatkan kesalahan kita respon terbaik adalah mau segera berubah ke jalan yang baik dan berterima kasih. Bukan malah sibuk mencari pembelaan dan pembenaran. Hal yang dahulu sering saya lakukan. 

Sekarang? Kadang-kadang. Artinya sudah lebih baik dan  ada perubahan, bukan? 

Tahu Ada Kesalahan, Tetapi Menyepelekan 

Ada juga ketika diingatkan kesalahan yang ada sekadar tahu ada kesalahan, tetapi sama sekali tidak mau mengubah. Terbukti setelah cek, tulisannya tetap sama alias tak diedit. Bisa jadi ada perasaan menyepelekan. 

Apakah saya harus marah-marah? 

Tidak. Seperti yang saya  katakan, kapasitas saya sekadar mengingatkan. Bukan mengajari. Apabila mengajari tentu harus sampai bisa berubah.

Apabila sudah mengingatkan dan tidak dianggap tak perlu jadi masalah. Yang terpenting sudah melaksanakan niat baik. Cukup. 

Sama dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya kita juga ada kewajiban untuk saling mengingatkan bila ada kesalahan yang terjadi. Bila kita masih peduli tentunya. Walaupun kerap kali menjadi masa bodoh adalah pilihan  terbaik. 

Mengingatkan Kesalahan, Malahan Sudah Merasa Benar

Ada yang merasa yang dianggap kesalahan itu bukan kesalahan, tetapi  menganggap sudah   benar. 

Apakah saya juga harus merasa yang benar lantas berdebat? 

Tidak juga. Buat apa berdebat? 

Seperti juga yang sudah saya katakan saya sekadar mengingatkan karena saya sendiri bukan orang pintar. Bisa saja justru kesalahan itu ada pada saya. 

Ada kala tak perlu keras kepala merasa paling benar, walaupun kita  sendiri sudah merasa yakin benar. 

Tak Menyadari Kesalahan yang Ada 

Selanjutnya ada yang diingatkan tidak menyadari kesalahannya. Ini terlihat dari respon yang ada dan kesalahan yang dimaksud tetap tidak ada perubahan. 

Dalam hidup hal ini yang sering membuat kita terjebak dalam kesalahan yang sama secara terus-menerus karena tiada menyadari kesalahan yang telah dilakukan. 

Bagaimana mau ada perubahan menjadi baik  kalau tidak menyadari ada kesalahan? 

Saat ada yang mengingatkan dengan menyindir tetap tidak sadar. Coba ingat-ingat. Apakah pernah mengalami?

Orang suci dan para bijak selalu mengingatkan dalam setiap waktu mau menyediakan hati untuk berintrospeksi. Mengingat-ingat dan meneliti apa yang dilakukan sehingga kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki.

Sungguh merugi hidup setia dalam kesalahan karena tidak sadar terus melakukan kesalahan. 

Jadi, alangkah baiknya bila ada yang mengingatkan hati ini dapat menerima dengan lapang dada dan mau mengubahnya. 

Apabila ternyata yang dianggap salah itu adalah benar, tetap dapat menerima dengan lapang dada pula. 

@cermindiri 15 November 2021 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun