Yang paling menyedihkan itu ketika mau pinjam uang, malahan diceramahi dalam urusan mengelola. Habis itu tidak dikasih.
Saya bisa mengatakan  begini karena pernah mengalami sehingga tanpa menyadari air mata membasahi pipi. Ini bukan sekadar air mata kesedihan, tetapi air mata yang menguatkan.Â
Ada juga memang, setelah memberikan seribu satu nasihat masih berempati memberikan pinjaman. Walaupun sebenarnya ingin menolak demi gengsi, tetapi tetap menerima demi melanjutkan hari. Dalam hati berjanji, ini yang terakhir kali.Â
Kadang kita tidak mengerti bahwa yang lebih mendesak itu bukan cara pengelolaan uang yang orang lain butuhkan, tetapi segera memberikan bantuan.Â
Jangan-jangan ceramah kita malah menjadi benteng agar terhindar dari beban memberikan pinjaman dengan segala pembenaran.Â
Jangan-jangan  nasihat kita sekadar omong kosong demi menghindari untuk memberikan bantuan.Â
Soal menyisihkan penghasilan untuk menabung jauh di  lubuk hati sangat ingin. Masalahnya adalah apa yang mau ditabung, bila untuk kebutuhan sehari-hari saja kurang?Â
Sedih hati ini. Acap kali seseorang membandingkan kondisi dirinya dengan orang lain. Tidak mau tahu kondisi yang sebenarnya. Mungkin juga pernah mengalami kecewa sehingga menjadi trauma.Â
Kekurangan uang masalahnya bukan selalu soal pengelolaan uang yang tidak baik. Bisa jadi  karena memang gaji yang diterima kecil. Tidak mencukupi.Â
Mungkin juga orang diceramahi hidupnya lebih berguna yang dalam kekurangannya masih rela membantu saudara  atau membiayai orangtua di kampung  sehingga dirinya kekurangan.
Apakah kita pernah berpikir seperti ini?Â
Teori pengelolaan uang setinggi apapun ilmunya  tak akan ada berguna. Omong kosong, bila uang yang mau dikelola tidak ada atau sangat pas sekali. Apa yang mau dikelola?Â
Seperti yang Pak Irwan Rinaldi Sikumbang bahas dalam artikel "Mereka Terpaksa Puasa di Tanggal Tua, Teori Mengelola Uang Masih Berguna?"
Apakah kita tahu bahwa masih ada  banyak pekerja yang bergaji jauh di bawah standar yang telah ditetapkan pemerintah?Â
Ada yang bahkan bekerja harian hanya mendapat upah Rp50.000. Saya tulis dengan jelas, lima puluh ribu rupiah.Â
Mungkin ada yang bertanya, kenapa mau? Terpaksa. Tidak ada keahlian apa-apa. Istilahnya daripada menganggur. Memang cari kerja gampang dengan pendidikan rendah?
Oleh sebab itu saya bilang, banyak orang yang gagal mengelola keuangan bukan takbisa mengelola, tetapi karena yang mau dikelola tidak ada lagi setelah terima gaji.Â
Hidup sudah seminimalis  mungkin. Ikat pinggang sudah sekencang-kencangnya. Sedikit kencang lagi, mungkin takbisa bernapas alias mati.Â
Sewa kontrak yang sebulan hanya tiga ratus ribu rupiah. Itu juga kamar mandi  di luar. Yang penting  bisa terhindar dari panas matahari dan dingin dari angin di malam hari.  Apa masih tidak hemat?Â
Masih ada yang lebih murah?Â
Sebenarnya ada, mungkin seratus ribu rupiah saja. Kamar mandi di dalam tidurnya di luar. Mungkin bisa lebih hemat. Namun, mana tega dengan istri dan anak?Â
Karena kita belum mengalami jadi mudah berteori. Saya berbicara sesuai dengan apa yang terjadi.Â
Sebenarnya saya tidak memungkiri dengan omong kosong bahwa memang banyak juga terjadi orang-orang ketika tanggal tua kekurangan uang sehingga harus meminjam. Karena cara pengelolaan keuangan yang buruk.Â
Ketika pegang uang selalu tergoda mau beli ini dan itu. Belinya barang-barang mahal lagi. Demi memelihara gengsi. Tidak peduli butuh atau tidak itu urusan nanti. Yang penting beli.Â
Yang model seperti ini memang perlu diceramahi agar sadar diri. Kalau mau hidup demi gengsi dan memuaskan keinginan  harus punya rasa malu kalau sampai meminjam sebagai jalan keluar.Â
Bukankah jalan keluar terbaik itu dengan mengubah pola hidup?Â
@cermindiri 12 Oktober 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI