Namun, apakah engkau merasakan hal yang sama? Ini yang jadi tanda tanya. Tak pernah ada jawaban yang kuterima, tetapi sinyal hatimu memberikan tanda yang menjadi asa. Semakin penasaran saja.Â
Apakah cinta tak harus memiliki? Aku takingin ini terjadi. Dalam mimpi-mimpi aku telah bersanding denganmu sebagai tanda jadi yang disiarkan televisi seantero negeri. Namanya juga mimpi. Apapun bisa terjadi. Aku tak berharap semua  ini hanya terjadi  dalam mimpi.Â
Semakin hari rasa itu semakin jadi rasa ini. Ingin kududuk bersanding denganmu setiap hari. Mendekapmu dengan romantis bak adegan yang ada di drama Korea sambil menikmati alunan lagu "Cinta Suci" suara lembut dari Teresa Teng yang masih melekat di hati.Â
Dahulu aku menertawakan mereka yang jatuh cinta karena  berperilaku aneh,  berlebihan, dan mengungkapkan dengan kata-kata yang bikin geli.Â
Seperti: Tahi kucing serasa coklat; belahlah dadaku akan kaulihat namamu terukir di sana; satu bantal dua kepala; makan sepiring berdua; lautan kan kuseberangi gunung pun kan kudaki; satu kuburan berdua kalau mati.
Kenyataannya hari ini aku yang mengalami sendiri. Hukum karma terjadi. Semua gara-gara Amelia, sang bidadari. Oh, bukan. Gara-gara diriku yang tak tahu diri.Â
Jatuh cinta membuat diriku tampak bodoh, ya? Apa peduli kata dunia? Karena aku hanya peduli pada Amelia, sang pujaan hati. Walaupun seakan baru bertepuk sebelah tangan saja karena Amelia belum pernah memberikan jawaban pasti.Â
Di atas bahagia ada derita menyiksa oleh kisah cinta yang masih misteri.Â
Cinta memang indah menghadirkan rasa berbunga-bunga laksana berada di surga. Namun cinta juga menyiksa sepanjang masa.
Ingat yang dikatakan Cu Pat Kay dalam kisah "Perjalanan ke Barat" Â yang melegenda.Â
"Sejak dahulu begitulah cinta, penderitaan tiada akhirnya."