Mengapa saya mengatakan hati yang lebih berperan?Â
Tak jarang setelah saya membaca kembali apa yang tertulis saya bertanya-tanya, "Tidak salah ini saya yang menulis?"Â
Hal ini terjadi karena menyadari kapasitas diri.Â
Satu hal yang ingin saya lakukan dalam menulis adalah seperti moto yang tertulis di profil akun Kompasiana, yakni kutipan kata-kata dari Kahlil Gibran dari buku "Sang Nabi": Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ...dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu.Â
Yang belum sepenuhnya saya terapkan, walaupun selalu ada dalam ingatan.Â
Ide Seketika Muncul dan Spontan Menulis
Seperti saya bahas di awal bahwa dalam proses menulis tidak selalu sama. Hari ini  melalui proses yang panjang, di lain hari bisa pula menulis dalam sekejap tanpa banyak berpikir.Â
Apa yang ditulis mengalir begitu saja tanpa bisa mencegah. Bahkan pernah tangan bergerak sendiri, sedangkan di kepala tidak memikirkan apa-apa. Moga-moga bukan karena sedang kerasukan sesuatu.Â
Spontanitas terjadi karena desakan yang begitu kuat dari suara hati. Tak heran bila diri sendiri sering tak memahami. Kenapa bisa demikian jujur tertata melalui kata-kata, padahal biasanya tidak jujur?Â
Bersyukurlah bila suara hati masih dapat unjuk gigi sehingga paling tidak dapat menjadi refleksi diri.Â
Dalam menulis salah satu slogan saya adalah @refleksihatiuntukmenerangidiri. Karena apa yang tertulis benar-benar untuk menasihati diri sendiri dari suara hati.Â
Swasunting itu Penting Memantapkan Rasa
Setelah selesai menulis, saya pasti akan membaca berulang kali, walaupun dalam proses penulisan sudah  sambil membaca.Â