Katedrarajawen _
Kentut itu adalah masalah kejujuran yang dianggap kurang ajar. Kejujuran yang bernoda.Â
Lelucon tentang kentut pertama kali saya dengar saat masih  di sekolah dasar. Pak Guru bercerita, suatu hari ada orang Indonesia yang menghadapi pimpinan tentara Jepang.Â
Saat membungkuk malah terdengar suara kentut. Kaget setengah mati. Matilah aku, pikir orang Indonesia. Namun aneh bin ajaib, tentara Jepang itu malah mengatakan bagus dan memberi hadiah. "Kentut itu sehat," katanya. Lega.Â
Omong kosong, kan? Yang pasti kentut itu bau. Kalau sehat itu makan yang bergizi dan  olahraga, bukan kentut.Â
Itu cerita Pak Guru zaman dulu. Sekarang giliran saya yang mau cerita dari sudut omong kosong.Â
Satu hari saat pelajaran berlangsung terdengar jelas dan garing suara kentut di pojok kelas. Semua mata spontan menatap ke arah tersangka. Sekejap ruang  kelas heboh. Karena aroma busuk begitu cepat menyebar.Â
Umpat meluncur takteratur dari beberapa orang. Bahkan ada yang tak kuasa untuk tidak membuang ludah. Pak Guru marah. Tersangka muka merah. Nasihat deras bak anak panah. Ujung-ujungnya dihukum keluar kelas.Â
Si tersangka tak kuasa membela diri. Bahwa kentut itu berbunyi tanpa ia perintah. Karena hanya spontanitas.Â
Apa daya. Sudah tahan-tahan berbunyi pula. Mana ada pasang peredam di pantat.Â
Kenapa kentut bau orang menjadi heboh? Hal yang alami, bukan? Semestinya bila kentut beraroma wangi baru pantas heboh. Sebab ini pasti ajaib atau omong kosong. Bakal viral di media sosial.Â