Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Omong Kosong Kasih Ibu

20 Maret 2021   22:44 Diperbarui: 20 Maret 2021   22:56 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katedrarajawen  _Menemukan  kenyataan ini, ingin saya mengatakan omong kosong kasih Ibu sepanjang masa. Ada Ibu demi seorang pria lain saja rela meninggalkan anak-anaknya yang sedang butuh kasih sayang.  Inilah dunia dengan segala macam sifat manusia.

Braaakk ... 

Kejam nian. Gak habis pikir. Ada Ibu semacam ini, sampai rela meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil, padahal yang jadi masalah suaminya. 

Aih, Abang kenapa sampai gebrak meja gitu. Kasihan atuh mejanya. 

Kasihan mejanya? Ini tangan Abang yang sakit. 

Salah sendiri. 

Ini lagi geregetan banget Abang, Ri. Selama ini Abang cuma baca berita atau lihat di tivi tentang Ibu yang membuang bayinya. Gak terlalu gimana. Walau pun sedih juga dan gak habis pikir. Abang pikir, paling terpaksa atau lagi panik aja. Jadi, tidak ada pilihan. 

Namun kali ini Abang menemukan kenyataan dengan mata kepala sendiri. Anak yang ditinggal  ada di rumah Abang. Ibunya seakan tanpa beban pergi gitu aja. Terus nikah lagi dan pajang di medsos. Menggelikan. 

Coba bayangin, masalah dengan suami anak yang jadi celaka. Apa gak mikir dan mikir lagi?

Kalau anaknya dibawa pergi sekalian juga masih mending. Ini ditinggal tanpa pesan dan kesan. Raib, kayak hantu. 

Iya, Bang. Aku yang biasa gak mikir aja ikut gak habis mikir nih. Dicerita biasanya yang kejam  ibu tiri. Ini ibu kandung yang tega. Kok biasa ya? 

Beginilah dunia, Ri.  Bahkan Ibu yang bisa lebih kejam dari ini ada. Bukan cerita di sinetron. Manusia kalau sudah tidak pakai mikir panjang dan pakai rasa bisa lebih kejam dari binatang. 

Kayaknya Abang masih panas nih. Kalem, Bang. Nanti darahnya naik. 

Ini udah naik dari tadi kok. 

Ah, iya. Pantas berasa  hawanya panas. Terus gimana tuh anak sekarang, Bang? 

Anteng di rumah. Mau jadi anak Abang katanya. Gak mau pulang lagi. Yang penting sekarang biar baik-baik dulu dan  lihat situasi. Biar senang dulu gak ikut stres kayak orangtuanya. 

Emang Bapak tuh anak ke mana? 

Lagi stres kayak ya, Ri. Tapi gak taulah. Yang jelas tadinya tuh anak juga tertekan. Ada perasaan sebel dan benci  dengan orangtuanya. 

Ya wajar aja, Bang. Kalau aku digituin juga bakal jadi benci. 

Ya, ya. Bagaimana pun kita gak boleh provokasi supaya ia membenci orangtuanya. Mesti ngasih pengertian. 

Apa pun itu jangan sampai kebencian itu ada. Karena mereka tetap kedua orangtuanya. Ibu yang melahirkan tetap mulia ketika sembilan bulan lebih dengan susah payah dan segala beban mengandungnya. Hal ini tetap gak boleh dilupakan.

Tumben ini Abang, lagi marah-marah masih bisa berpikir arif juga. 

Iya kebenaran lagi ingat Mas Arif teman Abang. 

Masih untung, coba kalau Abang ingat teman yang namanya Bejo. Bisa jadi ngawur.

Ah, perasaan gak punya teman punya punya nama itu, Ri. 

Bang, ngomong-ngomong gimana sih ceritanya bisa kejadian kayak gitu?

Abang udah bilang, inilah dunia. Manusia bisa melakukan apa saja kalau akal sehat dan suara hatinya lagi tertimbun oleh nafsu keinginan. 

Bila  nafsu  keinginan yang jadi tuan maka apa pun bisa terjadi. Karena sudah kehilangan kendali. Yang tidak pantas dilakukan pun terasa nyaman. Tidak peduli kata hati lagi, apalagi kata tetangga. Bodoh amat. 

Nafau keinginan terpenuhi itu yang bikin senang, walaupun ada yang tersakiti. Peduli amat. 

Eh, kenapa kamu, Ri? 

Perasaanku gak enak nih. 

Masuk angin ya? 

Bukan sih. Gak enak aja. Apaaa ...

Gak enak ngomongnya kan? 

Perasan jadi enak, ternyata Abang ngerti. 

Iya, pasti kamu mabuk karena dengar omongan Abang. 

Beginilah hidup, Ri. Ada orang yang begitu merindukan kehadiran anak setelah menikah. Bila belum punya segala cara dilakukan. Ke dukun bila perlu. Saking pengennya punya anak. 

Ini udah punya anak-anak yang lucu malah gak mau dan  ditelantarin. Terlalu. 

Bukannya manusia emang gitu, Bang? Sewaktu gak ada begitu merindukan, ketika ada malah diabaikan bahkan dibenci. Kayak hujan, kalau lagi kemarau  diharapin banget, eh giliran udah sering hujan malah kesal. Apalagi kalau sampai bikin banjir. 

Pintar kamu sekarang, Ri. 

Kan sering baca ... 

Cukup, jangan diterusin. Udah tau lanjutannya. 

DiaRi pura-pura kesal dengan manja. 

Suatu hari aku juga pengen punya anak, Bang. 

Apa maksudnya? 

@diaricerminperistiwa 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun