Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Omong Kosong (Lagi) Banjir

1 Maret 2021   11:10 Diperbarui: 1 Maret 2021   11:25 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: postwrap/katedrarajawen

Katedrarajawen _

Acap kali setelah terjadi satu hal baru muncul tanya dan penyesalan. Tak usah menyalahkan diri, lebih penting mencari solusi. 

Aih, Abang kenapa sedih gitu? 

Emang kelihatan sedih? Biasa aja kali, Ri.

Gak usah malu dan ditutupi, Bang. Sesekali sedih manusiawi. Ada apa sih? 

Abang tuh paling gak suka berbagi kesedihan. Risih. Tapi gak apa deh kali ini sama kamu, Ri. Jangan bilang siapa-siapa, sekalipun kepada rumput yang bergoyang. Karena nanti ia bisa membocorkan pada semikir angin.

Tenang, Abang. Pantang aku menceritakan kembali rahasia orang. 

Kamu tahu beberapa hari yang lalu banjir di wilayah Jabodetabek. Nah, rumah Abang kena banjir. Tapi belum sempat lihat. Harapan Abang akan baik-baik aja. Beruntung juga istri lagi pulang kampung. Pikir Abang paling barang yang terendam basah. Wajar.

Terus ... 

Nah, pas kemarin Abang bisa buka pintu baru lihat dengan mata kepala sendiri. Berantakan. Kasur di ranjang tingkat dua aja basah. Bisa bayangkan gimana banjirnya, kan?

Benaran nih? Ada buktinya gak, Bang? Takutnya hoaks.

Aduh, kok gak percaya sih kamu, Ri? Emang Abang suka nyebarin hoaks? Nih, lihat gambarnya dengan mata kepala kamu sendiri.

Dokpri
Dokpri
Oh iya, benaran. Kok aku ikut sedih ya?

Oh, kamu punya perasaan juga, Ri?

Tau ah, gelap. 

Ini kena banjir yang kedua kali, Ri. Pikir Abang tahun ini aman gak banjir lagi. Ternyata lebih parah. Pasrah. Mau menyalahkan siapa?

Salah Abang sendiri.

Loh?

Ya, itu salah Abang kenapa mau tinggal di lokasi yang rawan banjir gitu? Kan gak ada yang nyuruh apalagi maksa?

Jadi, nyalahin nih? Abang gak tahu sebelum itu di situ lokasinya banjir.

Nah, itu yang jadi masalah. Kenapa sebelum itu Abang gak cari tahu. Ya, tetap salah Abang. 

Parah. Ini udah jatuh kena basah tertimpa tangga lagi. Udah kebanjiran disalahin juga. Nasib.

Aku ngomong apa adanya, Bang. Dengan kejadian ini moga-moga menjadi pengalaman berharga kalau mau mencari tempat tinggal lagi. 

Oke, Ri. Padahal sebelumnya udah puluhan kali Abang pindah rumah belum pernah ngalamin kejadian kayak gini. Paling parah banjir cuma sampai sebatas jalan depan rumah.

Namanya udah takdir, Abang. Terima dengan ikhlas aja. Siapa tau dengan keikhlasan habis kebanjirin air hari ini, besok Abang kebanjiran rezeki. Siapa tau? 

Amin. Amin. Gitu dong bikin senang, Ri. Berpikir positif aja ya? Menyesali apa yang udah terjadi juga gak ada guna dan untungnya. Yang ada juga rugi bikin pusing. Menguras energi. Dipikirin juga gak akan pernah mengubah apa yang udah terjadi. Benar gak, Ri?

Memang mesti begitu mikirnya, Bang. Bukan menyesali apa yang udah kejadian. Mikir gimana solusinya itu lebih penting dan mendesak. 

Terima kasih ya, Ri. Abang bisa lebih tenang. Gak sedih lagi. Gini-gini kamu ada gunanya juga. Mestinya Abang yang manusia bisa lebih berguna. Bisa lebih mengerti kesedihan orang lain bukan hanya bisa menyalahkan tanpa peduli perasaannya.

Oh, maaf, Bang. Tadi gak sadar menyalahkan Abang juga. 

Gak apa, Ri. Abang juga suka gitu. Saat melihat kesalahan orang lain suka juga hanya bisa menyalahkan tanpa mau mengerti mengapa kesalahan itu ada.

Sering kita hanya bisa melihat kesalahan itu terjadi tanpa mau memahami mengapa kesalahan itu terjadi hingga bisa memaklumi.

Kita memaklumi kesalahan yang terjadi bukan berarti setuju dengan kesalahan itu, tetapi membuat kita tidak gampang menghakimi.

Aih, Bang. Ingat ini bukan sedang ceramah, kan? 

Ingat kok, ini namanya refleksi hati menerangi diri.

Oh, syukurlah masih punya hati, Bang. 

Maksudnya?

Gak ada, Bang. 

@diariku2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun