Seorang lelaki bisa frustrasi  dan punya alasan untuk menikah lagi bila  kata positif  tak juga singgah di telinganya. Karena kata positif bisa menjadi bukti keperkasaannya sebagai seorang lelaki. Bahkan seorang lelaki bisa merasa kehilangan harga diri ketika kata positif belum juga hadir yang bagaikan permata.Â
Kata positif adalah awal bagi seorang lelaki untuk menjadi ayah, papa, bapak atau panggilan apapun itu untuk mengukuhkan dirinya sebagai seorang lelaki sejati.Â
Sama halnya bagi seorang wanita, bila dokter mengatakan belum positif maka ini bisa bagaikan suara halilintar yang menghantam ulu hatinya. Karena kata positif juga bisa menjadi kata sakti sebagai pembuktian ia layak menjadi seorang ibu.Â
Kata positif juga bisa menjadi bukti kesejatian sebagai sebagai wanita yang memiliki kesuburan dan sebagai cara membahagiakan suaminya.Â
Berapa banyak wanita yang harus berlinang air mata dicampakkan suaminya bila kata positif itu belum tiba. Hidup serasa hampa bila dirinya belum  positif.Â
Berapa banyak wanita yang harus suka, walau tak rela suaminya memaksa untuk menikah lagi. Bila tak mau menanggung risiko menjadi janda dengan kehilangan muka. Karena takbisa positif.Â
Berapa banyak pasangan di dunia ini menikah atas  harapan besar pada waktunya dokter dengan iringan senyum mengatakan positif. Kata yang sangat membahagiakan tak jarang menghadirkan air mata.
Namun hari ini, di masa pandemi ini ketika Virus Korona merajalela menjemput kematian anak manusia. Kata positif adalah kata yang sangat menakutkan. Pantang untuk mendengar atau membacanya.Â
Entah berapa banyak yang sampai harus berdoa  baik untuk  dirinya maupun bagi keluarganya agar jangan muncul kata positif ini. Karena itu menjadi awal kesusahan dan ketakutan.Â
Ya, berapa banyak orang yang harus menjadi panik ketika kata positif ini tertera di selembar kertas. Itu artinya yang bersangkutan tertukar Covid-19.Â
Ini adalah awal dari hidup membosankan dan menakutkan selama kurang lebih 14 hari ke depan. Umumnya hal ini yang terjadi, walaupun tidak semuanya akan mengalami seperti ini.Â
Hari-hari ini ketika menunggu hasil tes swab bayangan ucapan kata positif dari perawat atau dokter bisa membuat badan jadi panas dingin. Karena hal ini saya alami sendiri.Â
Pertama ketika adik masih di IGD. Dokter atas data dan gejala yang ada sudah menduga 99% positif Covid-19, tetapi untuk kepastian harus tes swab. Demi menunggu kepastian itu, tentu sambil berharap bukan kata positif yang ada.Â
Namun di antara harapan muncul pula pikiran negatif bila kata positif yang menjadi kabar.Â
Membayangkan saja sudah hadir kepusingan tersendiri. Karena akan sulit mendapatkan tempat perawatan. Masalah kamar kosong ini menjadi ketakpastian yang mendebarkan.Â
Bila terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sudah terbayang segala kesulitan termasuk biaya.Â
Sewaktu menunggu kabar positif atau negatif ini, pikiran positif dan negatif hadir silih berganti. Janji paling cepat pagi hasilnya. Malam hari baru muncul hasil yang pasti. Selama jangka waktu itu saja badan sudah meriang.Â
Kedua, setelah mengurus adik sampai selesai dengan kepastian mendapatkan tempat perawatan di sebuah rumah sakit di Jakarta. Saya sendiri mengalami ketaknyamanan pada tubuh sendiri. Kalau begini naga-naganya, Â saya juga ... ah, sudahlah.Â
Akhirnya saya juga tes swab untuk memastikan. Besok sore hasilnya. Begitu yang dijanjikan. Semua teman dan saudara berharap hasilnya malah  jangan positif. Artinya hasil tesnya negatif.Â
Heran juga biasanya yang dianjurkan berpikir yang positif, jangan yang negatif. Nah, untuk hasil tes swab malah maunya negatif. Terbolak-balik jadinya kini.Â
Beginilah dunia. Tidak ada kebenaran yang pasti. Hari ini menjadi kebenaran, besok belum tentu lagi.Â
Positif di satu sisi begitu didambakan, di sisi lain sangat tak diharapkan.Â
Jadi, Â bagaimanapun kondisinya saat ini tetap berpikir positif bahwa kita akan mampu melalui, walaupun memang berat.Â
Jangan berpikir negatif akan positif kena Covid-19 bila  hanya mengalami gejala bernapas sedikit berat. Siapa tahu itu hanya gejala tanggal tua. Was-was boleh saja, tetapi jangan terlalu menakuti diri sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H