Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Istri yang Pergi

21 Januari 2021   22:54 Diperbarui: 21 Januari 2021   23:54 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: postwrap/katedrarajawen

Katedrarajawen  _Apa yang dilihat sebagai kebenaran, tidak pasti itu adalah kebenaran. Banyak sudah penglihatan mata dan  pikiran kita yang tak terkendali telah menipu dan membuat malu. 

Kamis, 21 Januari 2021, 21:43 WIB 

Saat duduk merenungkan kehidupan ini dalam.aliran napas teratur, tiba-tiba teringat  kabar kematian seorang sahabat dalam satu pejuang di kala muda.

Kematian yang memilukan. Sekian lama berjuang dalam rasa sakit dan melangkah ke jurang putus asa. Pernah terlintas bahwa kematian adalah jalan yang terbaik. 

Yang menjadi bahan pembicaraan adalah saat menjelang kematiannya tiada istri dan anak-anak yang mendampingi. 

Ke mana gerangan? 

Kabar yang ada istrinya pergi dengan membawa  dua anaknya ke suatu tempat.  Pergi tanpa pesan dan kesan. Tiada yang menyangka hal ini terjadi. 

Kasihan dan tega. Dua kata yang terucap menggambarkan kondisi yang ada. Kasian, saat kematian tiada keluarga tercinta yang mendampingi. Tega, gambaran untuk sang istri yang tanpa perasaan meninggalkannya di saat sakit-sakitan. 

Awalnya saya juga berpikir demikian. Ada perasaan marah. Kok bisa? Apalagi kabarnya pergi dengan membawa sejumlah uang  uang pesangon dan kendaraan. 

Apakah ia benar-benar pergi dengan tanpa  perasaan? Apakah saya bisa memastikan seperti itu? Tidakkah  berpikir ia pergi dengan berlinang air mata membanjiri pipi? Tidakkah ia  melangkahkan kaki dengan hati yang hancur lebur? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun