Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebih Bangga Berfoto dengan Bule daripada Presiden

20 Januari 2021   21:00 Diperbarui: 20 Januari 2021   21:06 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: bukan bule bukan presiden/koleksi pribadi

Katedrarajawen  _Kenapa saya lebih bangga memilih berfoto dengan bule daripada Presiden Jokowi? 

Apakah benar bahwa bule lebih menarik buat saya untuk diajak berfoto daripada presiden di negara sendiri? 

Ada benarnya, tetapi tidak sebenar-benarnya. Ada keterkaitan antara dua peristiwa ini, walau pada waktu yang berbeda. Supaya tidak makin membingungkan, coba kita telusuri bersama kisah selanjutnya. 

Waktunya lupa dan saya malas juga untuk mengingat-ingat atau membuka catatan yang sudah entah tersimpan di mana. Yang pasti sebelum masa pandemi kejadian ini. 

Pertama, dalam acara Munas urusan keagamaan di Jakarta, Presiden Jokowi ada hadir untuk melakukan pembukaan. Acaranya tidak perlu saya tulisan di sini. 

Seperti biasa yang terjadi di mana-mana selesai acara pembukaan  pasti ada sesi foto dengan Pak Jokowi. Nah, pada kesempatan ini juga sama. Yang pertama tentu para pengurus atau yang masuk dalam jajaran orang penting berfoto bersama di atas panggung. 

Selanjutnya, siapa saja yang mau tanpa dikomando. Alias siapa cepat dan nekat dia yang dapat kesempatan. Paspampres pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka malah yang membantu memotret. Apa daya? 

Pak Jokowi yang adalah seorang presiden pun seperti tak berdaya harus dengan sabar melayani siapa saja yang hendak berfoto dengan beliau sehingga berjalan pun seperti keong. 

Saya? Hanya bisa melihat dari jauh sambil senyum-senyum. Heran juga pada berebut mau berfoto bareng dengan Pak Jokowi bukan dengan saya yang lebih ganteng. 

Akhirnya saya malah memilih berfoto dengan seorang tentara yang ikut mengamankan acara. Ternyata diikuti pula yang lain. Yang penting ada fotonya, biarpun bukan dengan Pak Jokowi. 

Kedua, di Jakarta juga waktu acara deklarasi dukungan Warga Dayak  kepada Pak Jokowi menjadi Capres pada Pemilu 2019. Saya juga mendapat undangan untuk hadir. Saya ajak istri yang sebelum hadir ke acara sudah cerita ke mana-mana mau bertemu Pak Jokowi. 

Persis lagi, begitu acara selesai peserta yang hadir spontan berebutan untuk berfoto dengan Pak Jokowi. Kebetulan saya duduk paling belakang hanya bisa senyum dan tidak berusaha untuk bisa berfoto dengan beliau. Mau berebutan merasa tidak tega. Pak Jokowi seperti terkepung oleh mereka yang ingin berfoto. 

Kilas balik ke masa lalu acara jalan-jalan perpisahan sekolah ke Yogyakarta dan sekitarnya tahun 90-an.

Waktu itu ada kunjungan ke Candi Borobudur. Saat jalan mengitari area candi bersama dua orang kawan, kami bertemu dua orang bule wanita. Langsung timbul nafsu untuk berfoto dengan mereka.

Sebenarnya saya ini termasuk tipe pemalu. Namun berusaha sekuat malu demi bisa berfoto dengan bule. Jujur, seumur hidup baru ini kesempatan pertama kali bertemu langsung dengan bule. Cewek pula. Makin nafsu. Apalagi waktu berfoto ada kesempatan pegang-pegang lagi hahaha. 

Itulah sekali-kalinya berfoto dengan bule. Mengingat-ngingat geli juga. Apa Hebatnya ya? Namun ada rasa bangga waktu itu karena tidak semua orang punya kesempatan. 

Nah, sekarang dapat kesimpulan. Kenapa saya merasa lebih bangga bisa berfoto dengan bule daripada dengan presiden? 

Kita itu secara umum akan merasa bangga bila dapat melakukan hal yang pertama atau sesuatu yang  jarang kita temukan. 

Oleh sebab itu, biasanya bila di kampung ada kedatangan orang asing atau bule akan  heboh mengundang perhatian. Karena jarang melihat mereka. Jadi, ada sensasi tersendiri. 

Sama dengan hal lain bila kita bisa memiliki pertama kali akan ada rasa bangga. Setelah itu biasa saja. 

Saya pernah memakai sepatu yang ada lampu. Setiap kali menginjak lantai  lampu akan menyala. Waktu itu saya pakai jalan-jalan ke pusat perbelanjaan di Jakarta dengan bangga. Orang-orang aneh melihat. Karena saya merasa yang pertama kali memakai sepatu itu. Produksi langsung dari pabrik. Setelah banyak yang pakai, apalagi anak-anak malah jadi malu. 

Tentu saya juga pasti bangga bisa berfoto dengan Pak Jokowi sebagai presiden. Namun itu sudah terjadi sebelum dua acara yang saya urai di atas. Tempatnya di istana pula dan tanpa harus berdesakan. Dalam suasana santai dan setelah makan kenyang, baru berfoto. Enak toh? Sudah saya cetak sebesar poster fotonya. 

Jadi, ketika ada yang mengelukan bule atau orang asing bukan semata merasa mereka lebih hebat. Bisa juga karena baru pertama melihat mereka. Menurut saya ini sesuatu yang wajar. Hal ini berlaku secara umum di mana pun. 

Soal perasaan bahwa orang atau bangsa lain memiliki superioritas malah menurut saya tidak berlaku secara umum. Itu sekadar persepsi atau sebuah sikap kerendahan hati. 

Kita saat ini sudan memiliki pemikiran yang berbeda dan kesadaran diri sebagai manusia. Bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama. Tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Buktinya, sedikit-sedikit kita berbicara tentang pelanggaran HAM bila ada yang menghina kita.

@catatanringan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun