Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bekas Bungkus Permen

5 Januari 2021   08:56 Diperbarui: 5 Januari 2021   17:22 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: postwrap/katedrarajawen

Katedrarajawen _Belum habis manis, sampah sudah dibuang. 

Pernah mendengar peribahasa ini? Saya yakin belum pernah karena baru saja hasil saya karang kata-kata ini.

Saya membayangkan begitu mudah orang-orang membuang bekas bungkus permen sambil memasukkan permen ke mulutnya. Lalu emut dengan ceria tanpa peduli lagi  bungkus permen yang sudah dianggap tak berguna. Ini yang umum terjadi, bukan hasil mengarang. 

Namun pasti tidak ada yang tahu gara-gara bekas  bungkus permen ini kerap kali menjadi ujian, pembelajaran, dan bahan pengajaran buat diri saya. 

Sering kali saya menemukan bekas bungkus permen masih  berada di saku jaket, celana atau baju saya. Karena saat hendak makan permen dalam perjalanan untuk mengusir kantuk kebingungan menemukan tempat sampah. Takada pilihan selain  saya simpan di saku. Akhirnya malah lupa membuangnya. 

Saya bilang itu ujian karena begitu permen sudah dalam mulut saat hendak membuang bungkusnya tak menemukan tempat sampah terdekat. Kemudian ditambah suasana sepi yang menggoda, bila  saya mau membuang sembarangan pun tidak akan menimbulkan masalah. Misalnya ditangkap Satpol PP atau polisi. 

Namun pilihannya yang sering terjadi  mau tidak mau saya simpan di saku. Istilahnya walau suka tapi ada  tak rela hahaha. 

Tentu hal ini saya anggap sebagai pembelajaran juga. Mengapa? Jangan meremehkan hal kecil. Walaupun hanya bekas bungkus permen jangan dibuang sembarangan karena layak mendapatkan tempatnya. Tong sampah. Jangan sembarangan bertindak walaupun tak ada orang melihat. 

Sering pula  malah saya menempatkan di saku celana bersama dompet. Boleh bangga nanti si bekas bungkus permen kalau bertemu teman di TPA buat bahan cerita bahwa sebelumnya ia pernah di keliling banyak lembaran duit. 

Selanjutnya sebagai bahan pengajaran. Kita tahu anak-anak itu paling suka makan permen, tetapi belum tentu suka membuang bekas bungkusnya ke tempat sampah. Yang paling sering membuang dengan suka-suka. 

Tidak heran saya sering menemukan bekas bungkus permen di sela-sela sofa. Jangan-jangan bukan hanya anak-anak yang membuang di situ ya? 

Mungkin sebagian orangtua atau orang dewasa yang melihat tak akan peduli dengan perilaku anak-anak ini. Mereka akan memaklumi. Namanya juga anak-anak. 

Nah, ini! Menurut saya justru masih anak-anak semestinya mengajarkan hal yang benar bukan membiarkan anak-anak melakukan kesalahan. Yang kelak akan berpikir melakukan kesalahan itu tidak apa-apa. 

Ternyata mengajarkan hal yang baik pada anak-anak pun tidak mudah. Untuk mengajarkan anak membuang bungkus bekas  permen mesti memerlukan waktu sampai tahunan. Alasannya selalu lupa dan lupa. 

Pertama, ketika ia membuang bekas bungkus permen itu akan saya pungut, lantas saya memberikan contoh membuang sampah itu ke tempatnya. Tetap masih sering lupa. 

Kedua, kalau menemukan ia membuang bekas bungkus permen sembarangan lagi, langsung saya suruh pungut lagi dan buang sendiri ke tempat sampah. Begitu secara terus-menerus karena tidak cukup sekali dua kali. 

Anak-anak memang perlu terus diajari agar kelak tidak disebut sebagai anak yang kurang ajar. Karena kalau itu terjadi sebagai orangtua pasti akan merasa kena hajar. Tertampar. 

Repot sekali ya hanya gara-gara bekas bungkus permen? Namun dapat menghasilkan pembelajaran hidup yang berharga. Itu Kalau kita mau belajar. Ini saya masih mau terus belajar juga karena masih banyak kurang ajar bukan sudah pintar. 

@cerminperistiwa 05.01.21 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun