Katedrarajawen _Murid bertanya, "Apakah itu kebenaran, Guru?"Â
"Waktu lapar, makan. Waktu lelah, tidur, Muridku."Â
Sesederhana itu jawaban sang guru. Membuat murid menjadi ragu. Hanya begini ilmu sang guru. Karena kebenaran ini semua orang juga tahu.Â
Terlalu banyak yang ingin manusia tahu, sampai apa yang harus dilakukan jadi tidak tahu.Â
Ketika makan rasa makanan pun tidak lagi tahu. Pikiran lebih sibuk mencari apa yang seharus ia tidak perlu tahu waktu itu.Â
Saat di tempat tidur dalam lelah pun masih sibuk dengan segala sesuatu. Tak bisa tidur oleh pikiran buntu. Terlalu banyak ingin tahu hingga lupa apa yang semestinya dilakukan saat itu.Â
Berulang kali terjadi dari waktu ke waktu. Kebenaran sederhana pun tidak bisa dilakukan, jadi sekadar tahu. Hidup tidak bertumbuh tidak merasa malu walau dengan segudang ilmu.Â
Karena tidak memahami kebenaran sederhana ini, manusia takbisa merasakan nikmatnya makanan sampai menyentuh jiwa. Yang ada hanya jadi bahan bicara. Membuat kenyang perut saja.Â
Sama halnya takmampu lagi bisa menikmati tidur nyenyak sehingga saat terbangun dengan lelahnya. Terlalu banyak yang menjadi beban di kepala. Melepaskannya tak kuasa. Ranjang hanya jadi tempat meletakkan raga.Â
Apakah manusia baru akan memahami kebenaran ini manakala kelaparan melanda sehingga sebutir nasi pun bagai permata?Â
Apakah baru akan merasakan ranjang itu bagai permadani surga ketika berada di pengungsian akibat bencana?Â