Katedrarajawen _
"Jadi orang hidup boleh  susah, tetapi jangan sampai tidak dapat dipercaya."
Pesan Ibu yang demikian sederhana, tetapi akan saya ingat selamanya. Setia menjaga  bagai harta karun tak ternilai harganya.Â
Seperti halnya jasa yang tak ternilai seorang Ibu yang sedari dalam rahim sudah setia menjaga anaknya.Â
Sungguh sulit memercayai bahwa sampai usia hampir tujuh puluh  tahun  Ibu masih tetap setia menjaga penuh cinta.
Perhatian dan kasih sayangnya tak berubah. Tetap sama seperti sediakala. Hati Ibu tetap mulia.Â
Bila dalam kesunyian mengingat semua yang ada, tanpa terasa mata ini berkaca-kaca.
Dalam linang air mata, tak henti mengingatkan diri untuk setia pula dalam cinta pada Ibu bila tak hendak menjadi anak durhaka.Â
Hidup tak akan ada harga bila takbisa berbakti pada wanita yang telah rela berkorban segalanya. Bahkan berkorban nyawa pun masih belum cukup membalas atas pengorbanan dan kasih sayangnya.
Â
Itulah ungkapan dari lubuk hati  dalambait puisi pada Ibu yang selalu membuat saya rindu untuk pulang ke rumah. Takbisa jauh pergi, karena selalu mengingatnya.Â
Orang lain menghina saya, mungkin saya masih bisa diam. Namun bila ada yang menghina Ibu pasti saya tak akan terima. Karena Ibu tidak layak ada yang menghina.
Â
Mengajar Melalui DongengÂ
Di masa kecil hidup di kampung menjelang senja kami sudah berkumpul di kamar dengan penerangan pelita. Jangan bicara televisi, radio pun takada. Tidak ada hiburan sama sekali. Hanya sunyi.Â
Beruntunglah saya masih memiliki Ibu yang pandai mendongeng. Boleh dibilang hampir tiap malam menjelang tidur Ibu akan mendongeng. Saya tak bosan walau ada dongeng yang diulang-ulang.Â
Secara tidak langsung melalui dongeng-dongeng itu  Ibu telah mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan.Â
Karena dalam setiap dongeng pasti ada nilainya. Tentang keberanian, kejujuran, kesetiaan dan masih banyak lagi. Kadang juga beliau menyelingi dengan dongeng yang mengundang tawa. Saya sungguh merasa teehibur.Â
Memang semua dongeng yang pernah saya dengar semasa kecil sudah banyak yang lupa, tetapi makna ceritanya masih ada yang tertanam sampai saat ini.Â
Yang selalu saya ingat juga adalah Ibu juga mengajarkan hal yang sederhana tentang keadilan. Ibu memperlakukan lima anaknya dengan sama. Tanpa pilih kasih. Ketika membeli sesuatu, pasti akan membaginya dengan rata.Â
Hal ini tentu membuat kami bisa menerima. Tidak saling berebutan. Yang besar mengambil lebih banyak atau yang kecil minta perlakuan istimewa.Â
Misalnya saat membeli buah rambutan atau duku dari pasar, setelah pulang Ibu akan membagikan dalam 5 tumpuk, sehingga kami tinggal ambil bagian masing-masing.Â
Bila kemudian kami saling memberikan itu lain cerita. Yang terpenting dengan sikap ini, kami tidak saling berebutan makanan.
Pelajaran berharga tanpa kata, tetapi langsung melakukan secara nyata. Inti tentu lebih tertanam dalam sanubari.Â
Jadi Orang Harus Dapat Dipercaya
Kami memang dari keluarga sederhana, Ayah seorang petani dan Ibu sendiri selain ibu rumah tangga, beliau membantu ekonomi keluarga dengan membuat makanan ringan.Â
Saya sebagai anak pertama yang bertugas menjajakan ke sekitar rumah, Â sekolah atau menitipkan ke warung-warung terdekat.Â
Dalam kondisi ekonomi yang pas-pasan Ibu selalu mengingatkan, bahwa hidup boleh dalam kemiskinan, tetapi jadi orang harus dapat dipercaya. Jangan hilang kepercayaan dari orang lain dengan sikap yang tidak patut.Â
Saya anggap apa yang selalu Ibu pesan itu merupakan pusaka tak ternilai. Apalagi tiada bosannya beliau selalu mengingatkan. Pegang kepercayaan.Â
Menjaga Kerukunan dan Saling Membantu
Kadang kalau melihat ada teman yang tidak akur dengan saudaranya sendiri, saya merasa sangat beruntung. Karena sejak kecil juga Ibu selalu mengajarkan tentang kerukunan kepada kami.Â
Salah satu caranya adalah seperti yang sudah saya menuliskan  di atas. Yakni dengan bersikap adil. Selain itu juga  langsung berbicara dengan kami bila ada terjadi salah paham di antara kami.Â
Bahwa kehidupan boleh susah, tetapi sesama saudara harus menjaga kerukunan. Demikian Ibu mengingatkan kepada kami.Â
Ketika kami sudah dewasa dan masing-masing sudah punya keluarga, perhatian beliau masih terasa.Â
Ibu yang akan selalu berbicara bila ada di antara anaknya yang perlu bantuan. Intinya kami harus saling membantu. Itulah namanya saudara.Â
Kebenarannya memang demikian, apa gunanya saudara kalau tidak bisa saling membantu?Â
Terima kasih Ibu atas pengajaranmu yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hidup. Semoga Tuhan selalu menjaga dan memberikan kesehatan untuk terus bersama kami.Â
@kasihibu 16 November 2020Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H