Katedrarajawen _Kisah yang saya dengan di kemudian hari ini sungguh bukan hanya membuat saya merinding juga mengharukan atas penjuangan Ayah untuk "menghidupkan" saya kembali dengan tidak putus asa  atas "kematian" saya.Â
Waktu itu saya masih balita, diajak Ibu mencuci baju. Rumah kami memang di pinggir sungai. Ada pelataran yang dibuat dari papan untuk naik atau turun ke perahu.Â
Tempat itu berfungsi pula untuk mencuci baju. Tak jarang dipakai juga untuk bersantai.Â
Saat sedang mencuci, tiba-tiba Ibu teringat sedang memasak sesuatu di dapur. Bergegas Ibu menuju dapur. Lantas meninggalkan saya sendirian.Â
Alangkah kagetnya Ibu ketika kembali lagi saya sudah raib. Anaknya tidak berada di tempat semula lagi. Mencari ke dalam rumah tiada. Memanggil-manggil pun tidak ada jawaban. Ibu seketika panik.Â
Saat pagi biasanya orang di kampung acaranya adalah pergi ke sawah. Begitu juga dengan Ayah saya. Tidak ada yang bisa membantu mencari saat. Ibu hanya bisa berusaha mencari di sekitar rumah.Â
Firasat Seorang AyahÂ
Sementara Ayah di sawah yang cukup jauh dari rumah merasa gelisah. Serasa ada panggilan untuk segera pulang. Ada perasaan tidak nyaman yang terus mengikuti.Â
Lantas beliau bergegas pulang. Jalan kaki. Saat melewati jembatan sebelum sampai rumah, spontan Ayah melihat ke bawah jembatan yang banyak sampah tersangkut.Â
Di antara sampah-sampai itu Ayah sekilas melihat baju yang masih diingat yang biasa saya pakai sedikit menyembul.Â
Seakan ada dorongan yang kuat, tanpa pikir panjang Ayah langsung melompat ke sungai. Benar saja, saat diangkat itu adalah saya. Kondisinya sudah agak kaku. Bisa membayangkan bagaimana reaksi Ayah saat itu. Apalagi setelah Ibu juga mengetahui kondisi saya saat ditemukan.Â