Memberikan sesuatu tentu itu baik, tetapi belum tentu sebaik  yang ada dalam pikiran.Â
Karena pompa di rumah  sudah tak sanggup lagi mengeluarkan air untuk kebutuhan sehari-hari, terpaksa harus membeli.Â
Kebetulan istri ada langganan dengan seorang bapak yang siap mengantar ke rumah dengan menggunakan gerobak. Hari itu pas libur, jadi saya yang menerima.Â
Selesai menuangkan air yang dipesan, saya memberikan sebuah ubi cilembu yang baru dibeli. Saat sedang menikmati sambil beristirahat, istri pulang.
Mengetahui saya hanya memberikan satu buah ubi, istri bertanya,"Kenapa cuma satu? Mana cukup?"Â
Lantas saya mempersilakan memberikan lagi. Kemudian  istri menawarkan, tetapi bapak itu menolak dan mengatakan sudah cukup. Tidak usah lagi. Ya, sudah.Â
Sebenarnya belum selesai. Masih ada  yang mengganjal. Atas peristiwa ini diam-diam jadi berpikir.Â
Awalnya saya sudah dengan niat baik memberikan sebuah ubi. Saya merasa itu sudah merupakan perbuatan baik. Karena menghargai sudah mengantarkan air. Ada rasa kasihan juga yang mengikuti.Â
Namun ternyata apa yang saya pikir sudah baik itu, tidak sebaik apa yang saya pikirkan. Karena sebenarnya saya masih bisa berbuat yang lebih baik lagi.Â
Tidak cukup hanya dengan kasihan, tetapi kasih. Kasihan hanya akan memberi dengan  secukupnya, tetapi kasih akan memberi sampai mencukupi.Â
Ketika  menggunakan otak kita akan berpikir sudah cukup baik dengan memberi. Namun ketika dengan hati akan selalu ada rasa belum cukup baik.Â