Katedrarajawen _Apa yang kita pikir baik, belum tentu akan diterima sebagai kebaikan. Apa yang kita niatkan membuat orang lain senang, belum tentu akan menyenangkannya.
Ini  momen kehidupan yang harus diterima. Pengalaman sudah membuktikan. Nyata bukan imajinasi.Â
Bagaimana menyikapinya? Tentu saja ada rasa kecewa ketika mendapatkan kenyataan ini, tetapi tentu semua harus diterima dengan baik dan jangan sampai kesenangan hilang.Â
Maksudnya jangan sampai nilai kebaikan dan berbagi kesenangan yang ada di dalam diri, sirna karena sikap orang lain. Sungguh mencederai  nurani bila hal ini terjadi.Â
Apapun sikap penerimaan orang atas kebaikan kita, sejatinya sikap kita tetap baik-baik saja. Jangan sampai nilai kebaikan yang ada berubah kejahatan.
Jadi, sebenarnya apa masalahnya? Tenang, jangan bingung, saudaraku.Â
Begini. Kegiatan rutin saya setiap pagi adalah membuka aplikasi Whatsapp.Â
Selalu saja ada kiriman ucapan selamat pagi dengan kata-kata indah nan bijak. Acapkali menjadi inspirasi.Â
Selain membalas ucapan  yang ada, saya juga suka mengirimkan ucapan untuk kawan yang teringat atau yang baru.Â
Tentu ada berbagai sikap penerimaan. Tak berbalas. Langsung membalas. Baik dalam bentuk gambar  ucapan atau cukup dengan terima kasih.Â
Ada yang setelah dua atau tiga kali saya mengirimi, segera merespon dengan meminta agar jangan mengirim lagi dengan berbagai alasan. Ya, sudah.Â
Tak masalah. Tentu kita tak boleh memaksakan kehendak, walau berniat baik sekalipun.Â
Entah bercanda, menyindir atau menolak secara halus ada yang mengatakan jangan hanya kirim gambar, tetapi sekalian transferannya.Â
Yang lebih sulit menerima, walau harus tetap diterima dengan tanda tanya ketika niat baik berbalas blokir.Â
Ya, saya diblokir. Ini seakan mengatakan jangan mengirimi saya ucapan basimu. Merasa terganggu. Intinya ia tidak suka. Kira-kira saya membaca demikian.Â
Kecewa? Marah? Tidak suka? Secara spontan sedikit banyak ada, tetapi jangan berlama-lama. Bahaya. Bisa berubah menjadi sakit hati. Jangan sampai ada. Biarkan niat baik tetap terpelihara.Â
Biarkan peristiwa yang ada berbuah manis. Bukan buah dengan rasa pahit. Buah manis berupa pembelajaran hidup. Buah pahit akan menciptakan penderitaan?
Apa buah manis yang dapat kita petik? Belajar tentang tahu diri. Bahwa kita jangan hanya berfokus pada pengertian sendiri.Â
Apa yang kita pikir baik tidak selamanya baik pula penerimaannya. Apa yang kita anggap baik tidak selamanya kebaikan pula bagi orang lain.Â
Selanjutnya belajar tentang berlapang dada. Kadang kita ini gampang ngambek dengan kondisi yang tidak sesuai harapan. Lalu lepas kontrol Niat baik berubah keburukan. Sayang, bukan?Â
Perlu introspeksi diri juga, bahwa mau berbuat baik itu tidak cukup dengan gambar atau kata-kata bijak. Tidak semua orang membutuhkan.Â
Lebih baik lagi menyertai  transferan dengan nominal sekian. Apalagi di masa pandemi ini pasti sangat dibutuhkan.Â
@cerminperistiwaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H