Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Nadiem, Kembalikan "Ini Budi"

15 Agustus 2020   07:00 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:41 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Katedrarajawen _Budi telah pergi terkubur mati. Berganti Edo, Siti, Lani, Dayu, dan Beni. Entah siapa lagi. Sesungguhnya Budi harus terpatri dalam setiap hati. Bukan menjadi bacaan sama sekali, tetapi mengingat budi yang ada dalam setiap diri. 

Ada peringatan. Budi itu ketinggalan zaman. Membosankan. Monoton. Tidak boleh lagi ada dalam pelajaran. Akhirnya Budi harus menemui kematian. Mengapa ada nilai Budi  yang harus dilupakan? Ini bukan salah Budi. Kenapa ia yang harus jadi korban? 

Bahkan nama Budi menjadi olok-olok. Seakan Budi ini kampungan. Ada yang memertanyakan,"Siapa ibu Budi dan bapak Budi? 

Sejatinya, pelajaran membaca "Ini Budi, ini ibu Budi, dan ini bapak Budi" bukan sekadar membaca kata-kata yang ada. 

Ada pembelajaran dan sesuatu berharga  tentang Budi bukan  sebuah nama belaka. Ada makna yang harus dibaca dalam-dalam tentang budi dengan pikiran jernih. 

Mengapa pelajaran membaca diawali dengan membaca "Ini Budi"? 

Anak-anak memang sedari kecil harus belajar mengenal tentang budi, sehingga kelak menjadi manusia yang berbudi. 

Apa itu budi? 

Budi adalah nilai-nilai kebaikan yang ada dalam setiap diri manusia. Menyangkut kesadaran, pikiran dan kecerdasan. Tentang akhlak. 

Bila  cerdas dan bijaksana dalam memahami pelajaran tentang "Ini Budi", maka akan menambah nilai-nilai kehidupan  pada anak-anak menjadi berbudi sejak dini. 

Anak-anak akan mengerti sopan santun dalam tutur kata dan perilaku. Sejak kecil bisa belajar membedakan baik dan buruk. Tentu saja dengan bahasa yang sederhana. 

Pelajaran tentang budi tidak boleh  hilang dan ada kata usang. Ini harus ada sepanjang zaman, karena merupakan warisan kehidupan yang tak ternilai. 

Kemajuan teknologi boleh tinggi, tetapi budi juga semestinya semakin tinggi. Teknologi tidak boleh mengubur budi anak-anak. 

Apalah arti, bila pencapaian  zaman begitu maju, namun manusia mengalami kemunduran budi. Anak-anak tidak mengerti berbudi. 

Teknologi hanya akan menjadi alat yang bukan hanya memermudah hidup manusia, tetapi memerbudak. Bukankah ini berbahaya? 

Tentang siapa ibu dan bapak Budi, biar tidak menjadi penasaran, sebenarnya bisa pintar-pintar menjelaskan. 

Ibu Budi adalah bumi. Bapak Budi adalah langit. Bumi mewakili kerendahan hati, sabar, bersedia menerima perlakuan yang tidak baik. 

Langit adalah mewakili keadilan, tidak pilih kasih,  kemegahan, tetapi tidak sombong. 

Sejatinya guru-guru dan kita sebagai orangtua bisa kreatif dan inovatif membaca simbol-simbol kebaikan. Menjelaskan secara sederhana, sehingga tertanam mengakar dalam setiap diri anak-anak. 

Melihat perilaku anak-anak sekarang dalam kemajuan teknologi kepintaran seakan menjadi yang utama. Budi terlupakan. 

Ada kerinduan, para guru mengajar membaca "Ini Budi" kembali dalam keteladanannya. Melihat anak-anak  penerus bangsa yang tak ketinggalan menjadi pribadi yang berbudi. 

Seperti ketika Mas Menteri, Nadiem Makarim mendatangi tetua dengan menunduk sambil mencium tangan, itu adalah pelajaran perilaku berbudi. 

Melihat ini, ketika pelajaran membaca "Ini Budi" dimulai, maka guru bisa berkata,"Anak-anak, inilah budi."

@cerminperistiwa 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun