Katedrarajawen _
Saya menulis kata-kata di atas, ketika terbayang saat ada yang menjelang nafas terakhirnya,  sampai ada yang  harus mengajari berdoa, sehingga bisa pergi dengan tenang.Â
Ada kesedihan mendalam, pada saat nafas terakhir, baru harus belajar. Berharap  ini menjadi pengingat yang menguat dalam hati.Â
Sejatinya, selama perjalanan hidup adalah waktu untuk belajar memersiapkan diri sebaik mungkin sampai nafas terakhir. Bukan ketika sudah menjelang nafas terakhir baru mau belajar, apalagi sampai diajari.Â
Pada waktunya harus pergi selamanya, tiada kerisauan lagi. Ibarat mau pergi ke suatu tempat, bila semua persiapan beres, maka bisa berangkat dengan tenang.Â
Sama halnya pula ketika harus menghadapi pertandingan, bila persiapan sudah matang, pasti akan ada kepercayaan diri. Tentu akan menjadi sangat gelisah, bila persiapan hanya seadanya.Â
Di dunia ini, kita manusia adalah ibarat sedang bersekolah. Belajar sampai menjadi layak sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tidak malu, ketika menghadap.Â
Di dunia saja, kalau  mau menghadap pimpinan atau pejabat, pasti akan melakukan persiapan dan pakaian yang rapi. Tak mungkin menghadapi dengan kondisi sesukanya, pasti ada rasa malu.Â
Dikatakan bahwa hidup ini adalah kesempatan. Kesempatan yang akan pernah terulang, bila melewatkannya.Â
Kita selalu berpikir, bahwa masih ada hari esok. Padahal kita tidak bisa menjamin, hari esok masih ada buat kita.Â
Orang bijak mengatakan bahwa kesempatan yang terbaik untuk belajar adalah saat ini. Setiap saat. Tidak ada kata besok adalah kesempatan terbaik.Â
Selagi bernafas, saat ini sampai suatu hari nanti adalah proses belajar tiada henti. Saat nafas mau berhenti, baru mau belajar hanya ada penyesalan yang menanti.Â
@refleksihatiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H