Katedrarajawen _Acuh dan Geming, dua sahabat dalam kata kehidupan itu sedang kecewa. Ingin rasanya berdemo berjilid-jilid, agar suara mereka didengar.Â
Mereka merasa telah mendapat perlakuan semena-mena. Tidak memahami makna yang ada pada diri mereka.Â
Ada apa gerangan?Â
Acuh membaca sebuah sebuah berita online di media ternama. Judulnya  jelas "Mahasiswa Menolak Permintaan Maaf Sang Tokoh"Â
Tertulis : Para mahasiswa terus melakukan demo, mengacuhkan permintaan maaf dari Sang Tokoh...Â
"Apa-apaan ini!" geram Acuh hampir tak sadar hendak membanting ponsel dalam genggamannya.Â
"Sabar, kawan..." senyum-senyum Geming melihat tingkah sahabatnya.Â
Acuh menyahut,"Sabar? Ini sudah keterlaluan, kawan. Ini penyesatan namanya!"
"Penyesatan? Ah, yang disesatkan juga tak menyadari," ledek Geming.Â
Acuh hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Mungkin hanya untuk menenangkan diri, sebab ia sudah kesal dengan kondisi yang terjadi.Â
"Lihat ini. Baca!"Â
Geming menyodorkan  ponsel cerdasnya ke arah Acuh. Terbaca: Para pendemo tak bergeming sedikitpun, walau polisi sudah meminta mereka membubarkan diri.Â
"Jadi bukan kau saja yang tak dipahami. Aku juga, kawan, " seru Geming.Â
Acuh menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir. Mengapa orang demikian mudah melakukan kesalahan seenaknya. Apa mereka tidak mengerti?Â
"Kenapa bisa begitu ya? Kesalahan ini sampai berlarut. Terus berulang," Acuh berusaha mencari jawaban.Â
"Maaf, kawan. Saya ceramah sedikit deh. Biar kamu tambah bingung."
Geming melirik ke arah Acuh untuk melihat reaksinya. Diam. Â Geming melanjutkan.Â
"Bagaimana mereka mau memerbaiki kesalahan, kalau kesalahannya saja tak tahu? Jadi, kesalahan itu sudah dianggap sebagai kebenaran, sehingga mereka lakukan terus. Paham?"Â
"Saya paham. Mereka yang tak paham-paham," Acuh menjawab dengan nada sedikit kesal.Â
Geming melanjutkan,"Bisa juga mereka sudah ada yang mengingatkan, tetapi mereka tidak mau menerima. Percaya buta dengan apa yang sudah dianggap benar versi mereka."
Lagi Geming melirik ke Acuh yang sepertinya serius menyimak.Â
"Terakhir, sebenarnya mereka tahu itu salah, tetapi terus mengulangi. Lupa alasannya. Inilah penyakit utama manusia. Yang baik gampang lupa. Yang tidak baik selalu ingat. Ya, begitu saja, kawan!"Â
Ya, beginilah kehidupan. Kesalahan ada di mana-mana. Sudah menjadi bagian kehidupan ini. Kembali kepada setiap individu menyikapi.Â
@cerpenrefleksi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H