Katedrarajawen _Emosi masih juga tak mengerti. Mengapa sampai hari ini, orang-orang masih belum memahami dirinya.Â
Siapakah emosi? Alangkah baiknya menyembunyikan identitasnya secara terbuka di awal cerita. Biarlah sementara ia merasa damai dalam perasaannya.Â
Emosi sudah terlalu menanggung beban berat selama keberadaannya. Ia sebenarnya sosok yang sederhana.Â
Apa adanya. Namanya pun hanya satu kata. Namun hidupnya mengalami banyak perundungan. Kesedihan dan kekecewaan sudah menggunung.Â
Bukan hanya oleh mereka yang tidak tahu tentang tata kata kehidupan. Mereka yang terpelajar dan religius pun melakukannya. Berulang kesalahan itu terjadi. Entah dosa apa Emosi ini.Â
Emosi, dalam kesehariannya bila berbicara memang agak keras dan meledak-ledak. Itu sudah karakternya. Itu semua hanya ungkapan rasa yang cepat berlalu.Â
Anehnya, Emosi dianggap pemarah. Hidupnya hanya urusan marah dan marah. Baru satu kata meluncur dari bibir, mereka sudah berkata,"Dasar pemarah, kau!"Â
Sesungguhnya, Emosi punya perasaan suka, bergembira, tersenyum bahagia. Bisa punya rasa takut dan jengkel. Ada perasaan  cinta.Â
Sayang cap pemarah sudah terlalu melekat di dalam dirinya. Emosi ya, begitu.Â
Ia sudah berusaha menjelaskan, tetap hanya dianggap angin lalu. Penjelasan Emosi tak mengubah pendirian mereka tentang dirinya.Â
Ketika ia menampilkan sifat positifnya, itu dinilai sebagai pencitraan. Mencari panggung. Sekadar menutupi sisi negatifnya.Â