Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tidak Sulit Menulis Cerita, Tidak Mudah Juga Ceritanya

22 Juli 2020   17:36 Diperbarui: 22 Juli 2020   17:40 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Baca baik-baik judul tulisan ini. Mudah, bukan? Mudah-mudahan yang sulit itu memahaminya. 

Itu harapan saya, sebab akan ada penjelasan dalam tulisan ini. Penasaran? 

Silahkan baca sampai selesai atau akan menyesal seumur hidup, karena rasa penasaran yang tak menemukan jawaban. 

Menulis cerita memang tiada sulit. Ini tidak pakai teori tingkat dewa. Saya malah tidak akan pakai teori-teorian. 

Sebenarnya pakai teori ini atau itu yang malah membuat susah. Kebebasan jadi tersekat. Jadi justru bingung memikirkan  teorinya daripada mengembangkan cerita. 

Bila perlu kita yang buat teori baru dengan cara atau metode baru dalam bercerita. Jadi ingat ada yang menyindir saya dengan istilah katedrarajawenisme. Keterlaluan. 

Kita ini memang suka membuat sesuatu yang sebenarnya  mudah jadi sulit. Menganggap semakin rumit itu semakin bagus dan berkelas. Yang sederhana itu tidak berkelas atau murahan.

Misalnya mendeskripsikan tokoh cerita dengan sangat mendetail. Uban selembarpun diulas tuntas sampai tahi lalat di bahu kiri jelas penggambarannya. Maksudnya apa ini? 

Tidak masalah buat pembaca yang tidak suka berimajinasi melambung tinggi. 

Itu contoh ceritanya yang tidak sulit, malahan membuatnya jadi menjlimet. Menggambarkan satu tokoh dengan tahi lalatnya  saja harus habis puluhan lembar kertas. Menghabiskan pula waktu yang baca. 

Itu sama dengan makan kerupuk. Bentuknya besar, kunyah-kunyah, hanya terasa enak, tetapi tiada gizinya. 

Kembali ke masalah tidak sulit menulis cerita. Cerita yang mau saya tulis di tulisan ini dengan mudah muncul saat menanggapi sebuah komentar. 

Cerita itu begitu saja terlintas langsung saya tulis. Tidak pakai lama. Jadi sebuah cerita. Tidak ada yang sulit. Mengalir begitu saja. Saya anggap ini sudah sebuah cerita. 

Yang tidak mudah itu ceritanya menjadi tidak sulit dipahami pembaca. 

Bisa jadi ada yang akan menganggap cerita ini sekadar bahan candaan atau lucu-lucuan. Itu yang membuat tidak mudah meyakinkan. Bahwa cerita ini memerlukan daya khayal yang tinggi untuk memahami. 

Di mana ceritanya? Penasaran? Yakinlah cerita yang akan saya tulis ini sangat luar biasa. Apa luar biasanya, hanya pembaca yang memahami. Tidak mungkin saya yang bisa menjelaskan. 

Kini, dengan bangga saya hadirkan cerita dengan judul : Pertarungan Terakhir 2 Preman Pasar Joni Bangke vs Don Bokek Berebut Lahan Parkir 

  • Kau berani? 


  • Siapa takut? 


Darah muncrat. Kedua preman, terkapar. Mati. 




Tamat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun