Katedrarajawen _ Apakah ini tentang membaca hati atau pikiran? Bukan. Ini tentang membaca 'kitab suci' kehidupan yang terbentang dalam kehidupan sehari-hari. Yang pasti akan kita lalui.Â
Setiap hari. Pagi sampai malam. Begitu banyak hal yang terjadi. Kita alami sendiri. Orang lain juga mengalami.Â
Begitu banyak pembelajaran yang terhampar. Bila kita mampu membacanya. Membaca dengan hikmat.Â
Segala pembelajaran ada. Bila kita mampu menggali dan mendalami. Itu pasti akan memberikan kesan yang sangat bernilai.Â
Dahulu, setiap tahun mendapat buku agenda kerja. Isinya malah lebih  banyak catatan peristiwa sehari-hari.  Rencana kerjanya justru di luar kepala.Â
Mencatat kejadiannya apa. Tanggal berapa. Apa yang dapat dimaknai dari kejadian itu. Lalu ditambah doa atau afirmasi.Â
Saat memandang dari jendela. Daun-daun berjatuhan. Burung - burung berkicau di dahan pohon. Bahkan saat melihat seonggok kotoran. Catat.Â
Daun yang berjatuhan. Mengingatkan bahwa kematian itu setiap hari di depan mata. Hal yang begitu alami terjadi. Ada daun yang jatuh. Ada pula yang tumbuh.Â
Selembar daun yang jatuh. Bisa hanya menjadi sampah. Bisa pula menjadi penyubur tanah.Â
Daun tidak bisa memilih. Kita sebagai manusia bisa. Mau menjadi sampah atau penyubur kehidupan.Â
Bagaimana dengan kotoran. Maaf. Sepertinya iseng. Tidak. Kotoran memang menjijikan. Sadarkan tubuh kita ini juga menampung kotoran?Â
Bukan hanya kotoran yang tampak oleh mata. Kotoran batin setiap hari kita produksi. Mengapa kita tidak jijik?Â
Walau seonggok kotoran. Ia mampu memberi rasa nyaman pada cacing-cacing hidup di dalamnya.Â
Kita sebagai manusia. Apakah mampu memberikan rasa nyaman pada sesama? Orang-orang di sekitar. Mereka yang bergaul dengan kita.Â
Burung-burung. Pada pagi hari riang gembira berkicau. Bersahutan menikmati sejuknya suasana. Tanpa kerisauan.Â
Kita manusia. Pagi-pagi malah berkejaran di jalanan. Kesetanan. Melanggar aturan demi sampai ke tempat kerja. Â Lalu keluarlah jurus pembenaran.Â
Mengejar waktu. Makanan pun tak bisa dinikmati lagi sarinya. Pagi-pagi mengejar waktu. Di lain waktu malah  buang-buang waktu. Seakan waktu demikian berharga. Tak sadar pula  menyia-nyiakan waktu.Â
Sedikit contoh membaca buku kehidupan. Hal yang sederhana. Mungkin akan menjadi bahan tertawaan. Menganggap sebagai kurang kerjaan.Â
Namun buat saya. Itulah mutiara kehidupan. Saya pungut. Renungkan. Jadilah mutiara kata. Lalu membagikan kembali pada kehidupan.Â
Bisa ada kejadian yang sama. Namun bisa memakai dengan berbeda. Ibarat masakan. Bahannya sama. Mengolahnya bisa jadi makanan yang berbeda.
Begitu terbentang buku suci kehidupan yang tiada henti memberikan pengajarannya. Apabila ada kesadaran untuk belajar memetik hikmat yang ada.Â
Apakah sudah menjadi bijak dengan setiap hari membaca kitab kehidupan ini? Jujur. Belum. Itulah sebabnya masih terus membaca dalam pengharapan.Â
Afirmasi : Aku melihat, mengingat, dan mencatat sebagai pengingat akan hidup yang penuh hikmat setiap saat.Â
@cerminperistiwaÂ