Â
Katedrarajawen _Seorang kawan telepon. Biasa. Karena sudah akrab langsung curhat. Kalau saat ini lagi berpikir soal utang-utang yang harus dibayar.Â
Ujung-ujungnya berkata,"Kenapa ya hidup saya begini?"Â
Mengeluh ini namanya. Tidak langsung saya tanggapi. Apalagi ikut mengeluh. Diam-diam sendiri juga masih punya utang.Â
Saya tanya,"Kamu sudah makan?"Â
"Sudah tadi pagi. Ini baru bangun tidur," jawabnya dengan sedikit lemas.Â
"Enak tidurnya? selidik saya.Â
Spontan dijawab," Enak banget. Mungkin karena capai."
"Kamu ini. Sudah bisa makan, bisa tidur enak lagi. Utang-utang juga pas waktunya bisa bayar. Masih mengeluh." sudah gatal rasanya mau ceramahi. Eh, mengingatkan.Â
"Iya sih. Bersyukurlah.Â
Itu masih sadar. Tetapi ada tapinya.Â
"Enaknya kalau tidak punya utang."
Langsung saya tembak,"Enaknya waktu pinjam kali."
"Ini sih meledek."Â
Tahu juga.Â
"Kamu tahu?" belum sempat  lanjut sudah dipotong,"Belum tahu."
"Ya kan saya baru mau cerita. Saya ada saudara. Rumahnya banyak. Mobil ada. Tidak punya utang. Tetapi sudah bertahun-tahun tidak bisa tidur enak. Harus minum obat tidur. Ada juga orang banyak duit. Tidak bisa makan enak. Makan sepiring, pikirannya segunung."
Lanjut ya saudara-saudara. Yang lain diedit.Â
"Kamu masih bisa makan, tidur enak, anak bisa minum susu. Apalagi? Soal utang buat apa dipikir terus. Dipikir atau tidak tetap bisa bayar. Walau harus menunggu detik-detik terakhir.Â
Kalau begitu. Lebih baik tak usah dipikir. Yang penting usaha. Berdoa. Minta ampun sama Tuhan. Jangan gampang pinjam-pinjam lagi di online lagi."
"Iya. Doakan  ya tahun ini bebas utang." Sudah terdengar suara yang ceria.Â
Saudara semua. Mari kita berdoa. Semoga kesadaran selalu menyertai kita.Â
Cukup sekian ceritanya.Â
@berceemindariperistiwa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H