Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rp 17 Miliar, Jadi Merasa Bersalah

14 Juni 2020   09:59 Diperbarui: 14 Juni 2020   12:38 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Canva /katedrarajawen

Katedrarajawen _Beruntunglah bila seseorang masih memiliki perasaan tidak nyaman dan bersalah. Ketika ia merasa tidak seharusnya mendapat sesuatu yang tak layak untuknya. 

Sebaliknya bersedihlah, bila masih ada perasaan bersalah ketika mengambil sesuatu yang sesungguhnya tak layak. 

Dalam artikel Pak Rudy Gunawan "Kisah Pasien Corona Terlama di Dunia, dengan Tagihan Sebesar 17 Milyar Rupiah"

Seorang kakek bernama Michael Flor berusia 70 tahun justru merasa sangat bersalah telah sembuh dari Covid-19. 

Loh? 

Ya, sebab telah menghabiskan biaya sekitar 17 miliar rupiah yang ditanggung Pemerintah Amerika. 

Saya kutip kembali di sini:

Dikutip dari Seattle Times, lelaki tua ini mengatakan, "Aku merasa bersalah telah sembuh, aku bertanya mengapa harus saya? Mengapa aku harus mendapatkan semua ini? Melihat jumlah tagihan rumah sakit, jelas aku merasa bersalah menjadi orang yang telah selamat dari penyakit."

Bandingkan dengan cerita-cerita yang saban hari saya dengar kiri-kanan. Dari teman maupun obrolan orang-orang. Soal penyaluran dana bantuan dampak pandemi yang tidak tepat sasaran. 

Tidak sedikit yang masih punya usaha dan kerja tetap dengan sukacita menerima bantuan. 

Ada yang tetap memaksakan diri untuk mendapatkan walau sesungguhnya tidak layak. 

Ada yang berkeras minta bantuan, padahal tiap bulan sudah dapat bantuan sosial secara rutin. 

Sementara ada. Yang selayaknya dapat bantuan karena memang berdampak tidak kebagian. 

Mengapa yang tidak layak mendapat bantuan malah sukarela menerima? Alih-alih merasa bersalah, malah menyalahkan. Mencari pembenaran. 

Kalau dipikir ini namanya nyaman di atas penderitaan orang lain. Tidak memiliki rasa malu lagi ketika ada yang dirugikan. 

Beginilah umumnya manusia. Demi keuntungan diri tak perlu merasa telah merugikan orang lain. Tetapi bila dirinya yang dirugikan akan segera melakukan perhitungan. 

Ya ampun, kenapa ini seperti sedang membicarakan diri sendiri? 


@bercermindariperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun