Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berlaku Sebagaimana Diperlakukan?

15 Mei 2020   07:36 Diperbarui: 15 Mei 2020   07:34 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Canva /katedrarajawen

"Saya akan berlaku sebagaimana Anda memerlakukan saya." 

Kurang lebih seperti demikian kalimat yang pernah saya baca dari status di Whatsapp dari seorang teman. 

Tentu saya langsung menolak prinsip hidup seperti itu. Walau dalam kehidupan sehari-hari, saya sendiri belum bisa lepas sepenuhnya berlaku seperti itu. 

Anda baik, saya pun akan baik. Anda jahat, saya akan jahat pula. Istilahnya lu jual gua beli. Spontan masih bisa terjadi. Walau kemudian baru menyadari kesalahan ini. 

Tetapi sebagai manusia saya rasa tidak pantas memiliki prinsip hidup seperti itu. Ingat, sekali lagi kita ini manusia. Makhluk yang mulia. 

Sebagai manusia, apalagi punya agama. Tentu kita wajib menjadi makhluk yang lebih baik. Yang punya keinginan untuk belajar menjadi lebih baik. Berlatih dan membina diri. 

Dalam sejarahnya para nabi, para suci, para bijak sudah memberikan contoh hidup. Jangan hanya berlaku sebagaimana engkau diperlakukan. 

Balaslah kebaikan dengan kebaikan. Balaslah kejahatan dengan mengasihi. 

Sebab orang yang masih jatuh dalam kesalahan memang layak untuk dikasihi.

Berbaiklah kepada semua orang _semua makhluk_ tanpa memandang apapun statusnya. 

Tetapi semuanya sebagai ciptaan Tuhan. Ini semestinya menjadi prinsip hidup kita. 

Bukan menjadikan kita ini manusia sebagai pembenaran untuk memiliki prinsip hidup yang  salah.

Yang justru melenceng dari kebenaran. Semakin salahnya, kita malah bangga dalam kesalahan. 

Seringkali sudah melakukan kesalahan masih bertanya menantang,"Apa saya salah?" yang maknanya Seakan-akan tidak mau disalahkan. 

Sejatinya kita percaya, bahwa di dalam setiap diri kita memiliki kasih.

Ajaran agama, bagaimana air surgawi untuk menyirami benih-benih kasih, agar bertumbuh, berkembang dan berbunga. Kemudian menjadi wangi kehidupan. 

Apa artinya, memiliki agama sebagai penuntun kehidupan tidak membuat hidup kita menjadi layaknya sebagai manusia? 

@refleksihati 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun