Sudah lama tidak mendengar ceramah yang mencerahkan lagi. Karena secara umum, ya begitu dan ya begini. Intinya tentang ketaatan, mengasihi, dan berbuat baik. Banyak berbuat amal.
Waktu dengar mengangguk-angguk. Entah mengerti atau karena mengantuk. Jujurnya, mengantuk. Tidak heran habis itu lupa.Â
Namun malam itu, diiringi gerimis. Dari speaker sebuah rumah ibadah. Terdengar menggelegar ceramah yang menggetarkan jiwa.Â
Si penceramah sangat antusias. Entah mungkin dapat aplaus dari yang hadir di ruangan. Sesekali diiringi tawa.Â
Isi ceramah yang sangat mencerahkan sekaligus juga mencengangkan. Saya yang mendengar dari saja terasa tidak mengantuk. Apalagi yang dekat. Yang duduk dalam ruangan.Â
Sungguh ceramah yang membuat pikiran ini bekerja keras. Hati menelisik dalam-dalam. Memetik hikmah yang berharga. Ceramah yang sungguh bernilai menjadi bahan permenungan.Â
Sebenarnya apa gerangan isi ceramahnya? Intinya adalah mengagungkan agamanya sendiri dengan melecehkan keyakinan orang lain. Memuliakan agama sendiri lalu menghinakan agama lain.Â
Mengapa isi ceramah demikian dianggap mencerahkan? Sebab semakin menguatkan, agar saya tidak melakukan hal yang sama.Â
Tidak genit untuk menjelekkan apalagi menghina pemeluk atau ajaran agama lain. Tidak meninggikan agama sendiri dengan merendahkan agama lain.Â
Urusan agama adalah soal keyakinan dan hati. Itu menjadi tanggung jawab masing-masing. Kita hanya bisa mengajak kepada jalan kebaikan dan menunjukan jalan terang.Â
Yang jadi pertanyaan. Apakah seseorang yang suka menjelekkan dan menghina keyakinan lain itu sebenarnya sedang menistakan agama lain atau justru menistakan  agamanya sendiri?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H