Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melakukan Kesalahan yang Sama

23 Juni 2019   22:05 Diperbarui: 25 Juni 2019   09:37 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa sadar, acap kali kita menasehati atau membenarkan kesalahan orang lain, namun justru pada saat hampir bersamaan kita melakukan kesalahan yang sama.

Di kolom komentar, seseorang membenarkan kesalahan eja kata "mangkok" dan "kran" sebuah  artikel yang ditulis orang yang cukup punya nama di negeri ini. Mantan wartawan dan punya jaringan media cetak. Keren.

Mangkok seharusnya "mangkuk" dan kran mestinya "keran". Ejaan baku memang seperti itu. Di akhir komentarnya, seseorang itu menulis kata "nuwon".

Nah, loh?! Benar saja, lalu ada yang berkomentar membenarkan ejaan tersebut yang seharusnya "nuwun".

Begitulah kehidupan sering berulang terjadi. Di depan membenarkan, di belakang melakukan kesalahan. 

Tak heran, sering pula kita diingatkan untuk saling mengingatkan dan jangan merasa yang paling benar. Sebab bisa saja terjadi, saat melakukan hal yang benar, ada pula unsur kesalahan yang menyertai.

Kehidupan sudah membuktikan. Kita berteriak tentang kebebasan. Namun saat yang bersamaan kita melanggar kebebasan orang lain. Menuntut  keadilan atau ingin diperlakukan adil, namun melakukan ketidakadilan.

Saat kita membela kebenaran. Tidak sesuai dengan kebenaran. Ketika menuntut hak, kita lalai akan kewajiban. Waktu kita menasehati orang lain, sesungguhnya itu lebih tepat untuk diri sendiri.

Jadi benarlah, bahwa kita perlu meneliti setiap hal yang kita lakukan. Dari awal sampai akhir. Tidak merasa diri paling benar. Boleh berkeyakinan, namun juga mau membuka diri dan lapang hati menerima kebenaran dari pihak lain.

Ketika ingin menyalahkan orang lain, meneliti terlebih dahulu. "Jangan - jangan saya juga melakukan kesalahan itu?" atau "Jangan - jangan apa yang menurut saya itu salah, ada kebenarannya?"

Ketika hendak menuntut kebebasan. "Apakah cara saya melanggar kebebasan?" 

Pada saat hendak menasehati. "Jangan sampai saya melakukan kesalahan  yang sama dengan orang yang  saya nasehati."

Memanglah benar, bahwa kita akan lebih jelas melihat kesalahan dan kekurangan orang lain walau jauh sekalipun. Tetapi diri sendiri yang sangat dekat tak dapat jelas melihat kesalahan itu.

#pembelajarandarisebuahperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun