Gebrak meja atau mimbar, tidak sombong, saya pernah melakukannya dalam ingatan dua kali. Arogan?Â
Saya pikir, bukan tindakan yang benar, tetapi tidak ada salahnya. Seperti halnya berbohong, jelas adalah tindakan yang salah, namun bisa dibenarkan. Loh?Â
Tindakan yang memerlukan kebijaksanaan dalam melihat situasi dan kondisi lebih berat salah atau benarnya, sehingga harus mengambil sikap.
Kembali ke soal gebrak meja. Salah atau benar tergantung cara kita memandangnya. Sebab itu saya ambil posisi aman dengan mengatakan, tindakan yang tidak sepenuh benar,  namun tidak sepenuh juga bisa  disalahkan.Â
Kejadian pertama, saat saya jadi pembicara di atas mimbar pada suatu kesempatan di Jakarta. Tenang, bukan sedang promosi jualan. Sekadar berbagi.
Saat itu kondisinya memang sangat mendukung mereka yang hadir untuk memancing ikan atau seperti ayam sedang mematuk.
Selain udara dingin karena habis hujan, penerangan di ruangan juga tidak terlalu terang. Ditambah waktunya malam hari.
Bayangkan, baru beberapa menit bicara, tidak peduli yang duduk di barisan terdepan, tengah, apalagi yang paling belakang sebagian sudah terlelap dalam mimpi.
Auranya sangat tidak menguntungkan. Otak saya berpikir keras. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan sepanjang saya bicara.
Tiba - tiba muncul ide untuk menggebrak mimbar. Tentu tidak sembarang gebrak. Saya kondisikan, agar seirama dengan pembicaraan. Kurang lebih dalam ingatan, saya katakan,"Tentu tidak sopan, kalau kita bicara sambil menggebrak meja seperti ini!"
Seketika saya gebrak mimbar dengan keras. Berhasil. Semua yang sedang pulas terbangun dengan wajah bingung. Melihat kiri - kanan, mengira - ngira apa sebenarnya yang terjadi?  Sementara saya terus bicara seakan tidak ada kejadian  apa - apa.Â
Sebagian yang hadir ada yang tertawa melihat tampang teman - temannya yang kebingungan. Coba kalau kejadiannya hari - hari ini, mungkin saya terinspirasi untuk melarang mereka tertawa. Temannya kebingungan, mereka malah tertawa. Tak lucu, kan? Padahal saya sendiri sebenarnya ingin ikut tertawa. Namun berusaha menahan diri.
Ajaib memang efeknya, setelah itu mereka semua penuh kewaspadaan, agar tidak tertidur lagi sampai selesai acara. Â Barangkali takut ada bom jatuh lagi.
Kejadian kedua, saat rapat dengan karyawan sewaktu kerja di Majalengka. Selama pembahasan, ada seorang karyawan yang selalu komplain dan berdebat dengan saya. Bicara aturan ini - itu mentang - mentang ada saudaranya yang jadi pejabat di kecamatan.
Saya pikir sudah sangat mengganggu, tiba - tiba saya menggebrak meja dan langsung menunjuk ke arahnya sambil berkata,"Kamu kerja paling malas, sering tidak masuk, tapi paling banyak komplain dan bicara aturan!"
Efeknya setelah itu tidak banyak ngomong lagi dan tidak lama kemudian berhenti dengan sendirinya. Saya yakin, alasannya bukan karena takut saya gebrak meja lagi.
Jadi, tolong buat saudara - saudara setelah baca tulisan ini, jangan ikut  gebrak - gebrak meja ya.....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI