Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tak Punya Otak

11 Oktober 2018   23:12 Diperbarui: 11 Oktober 2018   23:32 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika emosi yang menjadi guru, seringkali tak sadar apa yang menjadi perilaku. Emosi memang membuat tak sadar diri.

Seorang karyawati baru-baru ini curhat sama saya. Ceritanya ia dimarahi atasan dengan perkataan 'tak punya otak'. Sakitnya tuh di sini. Akibatnya Ia mengurung diri setengah jam di WC dan menangis.

Sebenarnya ikut geram juga. Tetapi masih berusaha sok bijak. Seperti biasa. Lalu saya tanya,"Mau saya ajari, kalau kamu dibilang tak punya otak lagi?"

Saya mengatakan padanya, tak usah emosi. Bilang begini,"Kalau bapak punya otak, tak mungkin mengatai saya tidak punya otak. Jelas-jelas saya punya otak di dalam kepala saya yang diberikan oleh Tuhan."

Bagaimana? Apakah dia berani atau tidak mengatakannya.

Sederhananya sama seperti kasus lain. Bila seseorang mengatakan orang lain bodoh, sebenarnya sama saja itu menunjukkan kebodohannya.

Bila seseorang mengatakan dirinya tidak sombong, dalam waktu yang bersamaan sebenarnya sedang menunjukan kesombongan dirinya.

Artinya menyombongkan diri bahwa dirinya tidak sombong. Tentu saja orang yang tidak sombong tak akan sampai meminta pengakuan.

Seperti juga bila mengatakan bahwa dirinya orang baik, itu sama saja sedang menunjukkan ketidakbaikannya. Bukankah ada kebenarannya?

Orang yang benar-benar baik tentu tidak perlu memberitahukan kepada orang lain. Kebaikannya adalah melalui perilaku, sehingga orang lain yang akan menilai bahwa dirinya orang baik. Mengaku-ngaku diri sendiri baik, tentu bukan hal yang baik.

Kembali ke masalah perkataan "tak punya otak", itu. Coba pakai logika saja, kalau orang yang otaknya benar, pasti tidak akan mengatakan orang lain tak punya otak. Bisa jadi otaknya sedang tidak berfungsi karena emosi lebih menguasai.

Apalagi perkataan "tak punya otak" ini diucapkan kepada anak-anak. Jangan salahkan bila mereka nanti benar-benar tidak akan menggunakan otaknya.

#pembelajarandarisebuahperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun