Menulis itu sungguh mulia. Demikian yang dikatakan para bijaksana. Dengan menulis dalam kelembutan hati, pikiran jernih dan pandangan benar dan  terbuka,  banyak kebajikan dan kebenaran serta harapan dapat dibaca. Membuka wawasan dan menyejukkan jiwa.
Menulis, menyanyikan suara nurani dalam  kata, demi berbagi kebajikan dan cinta kasih tanpa kepentingan apa-apa. Mengarungi dan menggali dari kedalaman samudera nurani yang bertebaran mutiara kata, menjadi sumber bahagia dan pahala tak terhingga. Memahami ini sungguh luar biasa.
Seperti dalam buku Sang Nabi, Kahlil Gibran menulis dengan indah : "Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik...dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menemun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu."
Menulis dari hati yang tulus  dan bahagia, walau tak  menjadi kaya, namun akan menjadi karya yang berharga sepanjang masa. Kebajikannya tersebar ke mana-mana.
Sebaliknya, menulis sungguh menjadi hina, bila demi menyebarkan kebencian dan fitnah atau mengadu domba. Lebih-lebih menulis kebohongan yang disengaja. Apalagi menulis untuk menyebarkan paham yang salah sebagai propaganda.
Tak dipungkiri pula, maraknya media sosial ada yang berlomba-lomba menulis kebohongan berita. Diulang dan diulangi sampai dipercaya yang sebenarnya.
Sampai pada akhirnya, sebagaimana dikatakan Cecil G. Osborne  "Orang yang terbiasa berbohong tidak akan sadar bahwa ia berbohong."
Berapa banyak yang akan percaya dan menyebarkan hingga ke berbagai belahan dunia? Bangga dan tertawa  atas keberhasilan sambil menepuk  dada bila banyak yang percaya.
Apakah pernah memikirkan akibat yang ada? Sungguh dan akan menjadi noda yang tak terkira yang akan menjadi karma kehidupan seterusnya.
Pada akhirnya, semua kembali menjadi pilihan dengan kehendak bebas yang ada pada setiap dari diri kita.Â