Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahu Diri dan Sudah Cukup

12 Februari 2018   10:35 Diperbarui: 12 Februari 2018   11:05 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari sekarang ini untuk menjadi manusia yang tahu diri dan sudah cukup sungguh tidak mudah. Apalagi di lingkungan dan dalam pergaulan untuk menemukan jenis manusia ini juga sudah sangat sulit. Dalam artian ada tapi langka. Kalau yang sekadar merasa pasti banyak.

Yang banyak itu adalah manusia-manusia yang tak tahu diri dan penuh keserakahan. Jujur, ini memang seperti sedang menulis tentang diri sendiri. Ini kenyataan, tak perlu membela diri.

Baru-baru ini saya meminta seorang pekerja di pabrik untuk mengecat rumah yang akan ditempati. Tidak ada pembicaraan soal upah untuk hal ini. Tahu sama tahulah. Pokoknya sama-sama senang saja prinsipnya.

Karena mulai kerjanya dari jam 9 pagi, sehingga menjelang Maghrib belum selesai. Padahal sudah saya bantu sampai pakai acara jatuh segala. Untung selamat, cuma sedikit sakitnya.

Sebenarnya mau saya paksakan sampai selesai bisa saja. Tetapi saya pikir yang penting bagian dalam sudah rapi ya sudahlah. Bagian luar lain waktu bisa saya kerjakan sendiri.

Sekarang waktunya untuk memberikan imbalan hasil kerjanya. Saya hendak 4

Ketika saya serahkan ia langsung mengatakan sudah cukup. Loh, kok aneh? Kebanyakan? Ya sudah, kalau begitu saya tambahkan tiga puluh ribu saja. Tetap ia tidak mau dan mengatakan sudah cukup sambil menghindar ketika saya paksa untuk menerimanya. Tidak mungkin saya pukul supaya ia mau menerimanya.

Ada hal yang menarik untuk memetik pembelajaran dari kejadian ini. Walau dari  seorang pekerja  biasa, bukan orang arif . bijaksana yang berceramah di atas mimbar.

Pertama soal tahu diri. Rekan kerja ini pasti merasa bahwa pekerjaannya belum selesai, sehingga merasa tidak berhak menerima  upahnya secara penuh. Karena selama ini ia sering juga menerima pekerjaan dari rekan lain di pabrik pada saat libur. Jadi soal harga ia sudah mengerti.

Kedua soal sudah cukup. Dalam hal merasa cukup itu yang susah. Seperti jelas kita ketahui bahwa yang jadi koruptor itu adalah pasti orang yang sudah berkecukupan. Namun tetap merasa belum cukup, sehingga tidak tahu diri untuk mengambil yang bukan haknya. Begitulah kehidupan.

|| Pembelajaran dari sebuah peristiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun