Cerita Tentang Ahok, Antara Dunia Nyata dan Maya yang Berbeda 11:10:50 | 10 Januari 2018
Berita tentang mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seakan tiada habisnya. Sejak jadi wakil gubernur tahun 2012 sampai hari ini walau sudah di penjara, pria yang akrab disapa Ahok ini, Â tiada habis kata jadi cerita.Â
Bahkan sejak berita Ahok gugat cerai istrinya termuat di Kompas.com pada Minggu, 7 Januari 2018, semakin ramai pembahasannya. Yang suka dan yang tidak suka sama Ahok berlomba menuliskan opininya atau sekadar menduga bahkan untuk menebak. Ada apa gerangan sampai Ahok mau gugat cerai Vero, istrinya. Padahal selama ini tiada prahara yang mengemuka?
Seperti biasa saling perang kata antara pembela dan yang tidak suka. Ada yang kecewa ada pula yang bergembira. Yang netralpun tak mau kalah ambil bagian. Kemudian ramailah jagat media sosial atau dunia maya. Berita tentang Ahok jadi topik utama. Berita lainnya sementara tiarap mengalah.
Walau ada terpampang fakta namun masih pula ramai yang membela. Di WhatsApp bahkan pesan berantai untuk meyakinkan bahwa semua berita tentang gugatan cerai istri bukan lagi 100 persen hoaks. Yang benar 1000 persen hoaks.Â
Ketika ada teman yang mengirimkan pesan ini, saya mengatakan sebenarnya malas dengan pesan beginian. Lebih baik menunggu waktu yang akan membuktikan kebenarannya. Tak enak hati pula dia.
Di dunia maya cerita  Ahok begitu gegap gempita. Begitu banyak bahasan yang selalu ramai diserbu pembaca karena rasa ingin tahu. Sungguh berbeda jauh dengan yang terjadi di dunia nyata. Sampai detik ini belum pernah saya dengar ada satupun yang membahasnya.Â
Ketika saya iseng-iseng bicara dengan istri tentang kasus ini dingin tanggapannya. Jadi langsung saya berhenti tak melanjutkan.
Kenapa di dunia maya orang begitu semangat membicarakan berita tentang Ahok gugat cerai istrinya, di dunia nyata _khususnya di sekitar saya_ tidak ada sama sekali yang mau membahasnya?
Sebab orang lebih fokus pada hidupnya untuk menghadap kenyataan yang semakin banyak tantangan. Lelah menghadapi banyak masalah alih-alih memikirkan lagi urusan orang lain. Tak penting kali. Kira-kira begitu.
Pernah satu kali kumpul dengan dua orang teman, untuk menambah ramai suasana saya iseng-iseng bicara perkembangan Tanah Abang yang jalannya ditutup untuk lapak jualan pedagang kaki lima. Pikir pasti antusias tanggapannya.
Tak disangka langsung saya disindir,"Emangnya kamu warga Jakarta? Ngapain juga urusin soal Tanah Abang?"
"Emangnya kamu ngomongin soal Tanah Abang urusannya bisa selesai?" keroyok teman satu lagi.
Wah, langsung malu sendiri. Dua lawan satu ya saya lebih baik menyerah. Daripada bonyok bibir saya gara-gara harus berdebat. Ganti haluan.
Dengan kejadian ini saya berpikir mungkin ini saatnya harus belajar jadi manusia amfibi, manusia yang bisa hidup di dua alam. Alam dunia nyata dan alam dunia maya. Bisa selalu menyesuaikan keadaan. Di alam nyata hidup dengan kenyataan dan di dunia maya untuk mencari eksistensi atau untuk cari pelarian.Â
Tetapi sebenarnya hiruk-pikuk dunia maya bisa menjadi candradimuka bagi kehidupan. Tempat untuk melatih dan menempa diri. Belajar menumbuhkan sikap arif. Bagaimana bisa menjaga perilaku dengan tidak berlindung di balik kepalsuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H