Apa yang paling menarik bagi konsumen  pada barang yang ingin ia beli? Ya, benar! Murah dan banyak potongan harganya. Lihat saja ketika suatu jenis barang yang dijual jauh dari harga normal pasti akan dikerubuti pembeli.
Tak jarang juga para penjual menggunakan strategi akal-akalan atau jebakan harga untuk menarik perhatian. Ada beberapa strategi yang sudah sangat umum. Tetapi tetap ada yang terjebak dan merasa tertipu.
Kalau dikatakan sebagai penipuan rasanya kurang tepat atau kasar. Namun kalau dirasa-rasa kok rasanya tertipu. Tetapi bisa juga  merasa diri sendiri yang kurang teliti. Ketika mengalami hal ini ada rasa kesal tapi juga bercampur geli sendiri. iApa saudara-saudara pernah mengalami?
Ada beberapa pengalaman yang dapat dituliskan. Sekadar untuk  mengenang dan sebagai hiburan.
Waktu pertama kali belanja di supermarket pada awal tahun 90-an bersama adik di mall paling keren di Tangerang. Ia tertarik untuk membeli udang. Harga yang tertulis "Murah banget Rp 2.400'. Karena dipikir memang murah banget adik saya langsung memesan 2 kg. Ketika ditimbang hanya ada setengah kilo lagi. Ada sedikit kecewa.
Apa yang terjadi ketika hendak membayar? Bikin kaget! Karena setengah kilogram itu harganya Rp 12.000
Ternyata harga Rp 2.400 itu adalah per ons. Rasanya ada unsur kesengajaan dengan menulis kata "ons"  dengan huruf  sangat kecil.
Rasanya sesak dada ini harus beli udang setengah kilo harganya Rp 12.000. Cukup mahal untuk ukuran waktu itu dan ukuran kantong kami. Bayangkan, waktu itu harga Apel Washington sekilo saja cuma Rp  2.000. Demi gengsi tetap dibayar saja.
Pernah juga tertarik untuk membeli sepatu yang saya kira didiskon 90%. Banderolnya tertera Rp 600.000. itu artinya saya hanya cukup membayar Rp 60.000. Sebenarnya bagi saya waktu itu _tahun 90-an_ masih cukup mahal. Masalahnya saya sangat suka dengan model sepatu itu.
Bolak-balik saya perhatikan. Karena kata-katanya ditulis dalam bahasa Inggris. Hurufnya kecil-kecil yang paling jelas adalah tulisan "90%"- nya. Loh? Ternyata oh ternyata maksud sebenarnya adalah pembeli cukup membayar 90%. Langsung saya ambil langkah seribu.
Lain waktu belanja di pusat grosir bersama istri. Ia hendak membeli 2 kantong minyak goreng ukuran 2 liter.  Menurutnya sedang ada promo sehingga harganya murah. Ketika hendak  membayar di kasir harganya jadi berubah. Kagetlah istri. Ternyata untuk mendapat harga diskon harus berbelanja Rp 200.000 terlebih dahulu. Kalau istri tidak pakai acara gengsi lagi. Langsung tidak jadi beli. Maklum sudah kesal.
Bukan hanya di supermarket atau mall, pedagang buah  di mobil yang ada di pinggir pinggir jalan juga tak mau kalah.
Waktu itu saya tertarik dengan harga buah naga yang tergantung menggunakan selembar potongan kardus. Tertulis "Rp 5.000 per biji. Lumayan juga saya pikir dan tertarik untuk beli. Yaaaa...rupanya yang harga segitu adalah ukuran yang paling kecil. Yang agak besar lain lagi harganya. Tertipu atau kurang teliti ini?
Untuk urusan pulsa telepon juga  sering ada "jebakan batman". Pernah terjebak. Promonya menelepon hanya Rp 1 per detik ke semua operator. Murah nian. Berlama-lamalah menelepon. Eh tahu-tahu pulsanya ludes. Dongkol kali ini. Macam apa pula. Rupanya tarif Rp 1  itu hanya untuk 30 detik pertama. Selanjutnya lain cerita.
Suatu waktu  tertarik dengan promo tambahan paket internet 30 GB cuma Rp 99.000 untuk sebulan dari provider langganan.. Rinciannya 1GB per hari. Saya belikan paketnya untuk anak. Bukalah YouTube sepuasnya. Baru dua hari paket utamanya terpotong habis. Sementara jatah 30 GB masih utuh. Anak sampai mewek-mewek. Saya jadi penasaran. Tak tahunya syarat dan ketentuannya 1 GB per hari itu cuma untuk streaming.
Dari pengalaman yang ada kita bisa mengambil hikmahnya dan memilih untuk tertipu atau lebih teliti lagi dengan segala strategi para penjual yang ingin dagangnya laku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI