Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Arogan

4 Mei 2015   09:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apa yang terjadi bila keegoan yang di dikedepankan? Bukanlah kearogan diri yang akan bicara?

Pemikiran Sendiri sebagai Standar

Minggu pagi-pagi saya ke rumah seorang dokter terapi yang sudah kenal baik karena suatu keperluan. Dengan percaya diri saya memencet bel di tempat tersembunyi. Seorang wanita membuka pintu pagar menanyakan keperluan saya. Tentu saja keinginan saya adalah bertemu yang punya rumah.

Wanita itu masuk ke dalam hendak mengabarkan ke tuan rumah sambil menutup kembali pintu pagar. Waduh! Kenapa saya tidak dipersilahkan masuk? Bukanlah saya sudah sering berkunjung dan kenal baik sama tuan rumahnya?

Apa pula ini? Tentu saya sedikit merasa diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Keinginan saya tentu dipersilahkan masuk terlebih dahulu dan menunggu di dalam rumah. Karena merasa layak diperlakukan demikian.

Memaklumi

Di antara kesal yang berkecamuk saya berusaha mencoba berbalik arah untuk memakai jurus memaklumi. Bahwa wanita yang menjadi pembantu itu sudah melakukan prosedur yang benar atas asas kehati-hatian.


Saya perhatikan sepertinya wanita itu juga bukan yang biasa saya temui di rumah dokter tersebut. Pada intinya ia sudah melakukan tugasnya dengan benar. Bukanlah seharusnya saya mengapresiasi?

Kerendahan Hati

Seringkali tanda kita sadari bahwa secara perlahan tapi pasti kesombongan itu tumbuh di dalam diri kita. Dengan jurus mentang-mentang atau atas status yang kita sandang ingin mendapat perlakuan lebih. Bahwa kita lebih pantas dibandingkan orang lain.

Ada aroma gengsi bila hendak menyejajarkan diri dengan orang yang kita anggap tidak selevel. Saya sudah kenal, saya lebih pintar, saya lebih senior, saya lebih tua, saya lebih berkuasa dll. Padahal sejatinya kita adalah sejajar dan sama.


katedrarajawen@refleksihatimenerangidiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun