Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kucing

17 Januari 2014   17:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kucing itu menyebalkan dan bikin saya gondokan bin capai hati.  Eits, yang penyayang kucing jangan sebal dulu.  Setidaknya itu  yang saya rasakan beberapa waktu yang lalu terhadap kucing yang dipelihara teman saya di mess. Jadi saya tidak menyinggung kucing yang lain. Tolong dicatat ya.


Teman saya ini rupanya memang hobi memelihara kucing. Karena sebelumnya sudah ada kucing yang lebih senior. Tapi setelah dua kali melahirkan, keberadaannya sudah entah ke mana. Dimana juga sempat membuat saya kurang nyaman dengan lagaknya.

Nah, kucing yang yunior ini perilakunya sebelas dua belas ha ha ha...Tapi jujur saya sempat merasa kehilangan dan rindu pada kucing  itu. Sempat memikirkan juga walau tak sampai nangis bombay.

Kembali ke soal menyebalkan. Bagaimana tidak menyebalkan dan bikin capai hati? Pada saat teman libur saya mau tak mau yang harus memberinya makan. Kalau lapar suara cemprengnya keluar dan akan mengikuti saya sambil menggosok-gosok tubuhnya ke kaki. Bikin geli saja.

Tentu saja dengan senang hati saya akan memberinya makan. Lumayan kan dianggap peduli pada binatang. Cuma memang makanan yang bisa saya berikan  sekadarnya. Lah saya sendiri yang manusia saja makan sekadarnya dengan tempe atau telur plus sayur.

Tapi ini kucing dikasih makan nasi campur tempe atau telur malah jual mahal. Padahal sudah lapar tapi menu yang saja sajikan ditolak dengan mentah-mentah. Siapa yang tak gondok, sudah lapar masih mau milih-milih makannya?

Ok, saya masih berbaik hati, mungkin kurang sedap pikir saya. Lalu nasinya saya goreng dicampur dengan bumbu-bumbu. Celakanya si kucing tetap tak doyan. Ya ampun, kucing saja sombong banget. Teman-temannya yang di luar mau makan saja harus mengorek dari tempat sampah dulu.Lah ini?

Padahal kucing ini waktu dipungut teman sudah hampir mati dan waktu itu  saya kasih makan nasi putih saja nafsunya minta ampun. Tapi sekarang malah bikin saya teriak 'ya ampun!' Kau sudah berubah, cing!

Saya sebenarnya sadar si kucing sekarang sudah manja dan terbiasa makan daging atau ikan yang diberikan oleh teman setiap harinya. Menu vegetarian dari saya sudah dianggap murahan dan disepelekan.

Mengalami kejadian ini saya jadi menertawakan diri sendiri. Gara-gara kucing saja sampai harus kesal dan gondokan. Padahal banyak hal yang bisa saya jadikan pembelajaran. Bukankah ini kesempatan menjadikan si kucing sebagai guru untuk menjadi lebih bersabar lagi? Sama kucing yang senior saja saya belum lulus, sudah keburu hilang. Bukankah sekarang ada ganti seharusnya senang?

Satu hal yang pasti adalah perlu lebih belajar sabar lagi. Lucu rasanya hanya gara-gara kucing jadi emosi dan marah-marah sendiri. Padahal baru berhadapan dengan kucing.

Saya juga kembali perlu belajar lagi untuk tidak memaksakan kehendak. Apa yang menurut saya baik belum tentu itu baik buat kucing atau orang lain. Vegetarian baik buat saya. Tapi kalau kucingnya tak doyan berarti tidak baik baginya dan saya tidak perlu memaksakan si kucing harus doyan makanan vege. Ini nanti saya bisa dianggap tidak berprikebinatangan oleh paara  pecinta kucing. Ampun.

Satu lagi, sebenarnya saya diingatkan untuk bersyukur si kucing itu mau meminta makan dan bermanja ria dengan saya. Minimal saya ada kesempatan untuk menjadi berarti walau pada seekor kucing.  Bukankah itu ada artinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun