Sebagai orang tua, acapkali kita tergoda lebih untuk membela anak sendiri dan menyalahkan anak lain. Terlepas benar atau salah dengan perilaku anak kita.
Entah sudah berapa kali si Dede kehilangan sendalnya ketika bermain di lapangan di komplek perumahan. Dimana setiap sore anak-anak berkumpul bermain bola.
Sebenarnya bukan kehilangan tepatnya. Tapi ada temannya yang iseng 'menyimpannya'. Karena pernah tertangkap basah aksinya.
Kali ini sendal yang baru dibeli seminggu raib lagi. Saat si Dede melaporkan hal ini, spontan maminya bereaksi,"Pasti diumpetian si Anu lagi!"
Si Dede pun tak mau kalah aksi dan ngotot berkata,"Mami jangan selalu nyalahin orang lain sih. Sekarang yang salah itu Dede sembarangan naruh sendalnya."
Mendengar jawaban si Dede bikin saya senyum-senyum dan mendatangkan inspirasi untuk menembak maminya si Dede.
"Tuh, Mi, dengarin. Jangan suka menyalahkan orang lain!"
Sepertinya memang paling mudah untuk menyalahkan orang lain tanpa perlu sejenak melihat atau mendengarkan masalahnya secara proporsional.
Sikap membela secara membabi buta dan selalu menyalahkan orang lain merupakan jalan untuk menutup kebenaran yang hendak disampaikan suara hati.
Sebagai orang tua tergerak untuk membela atau melindungi anak sendiri tentu tidak salah. Tapi dengan cara selalu membela anak terlepas salah atau benar, justru akan semakin kita menjebak anak terjerumus dalam kesalahan. Tentu diri sendiri terkena imbasnya.
Eits, jangan sewot dan menyalahkan penulis ini dengan berkelit,"Nulis sih gampang, tapi coba praktikkin sendiri! Baru nyaho!"
Ehm, kalau tidak salah. Sudah dipraktikkan kok he he he....dengan menuliskannya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H