Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Paus Fransiskus: Jangan Mengutuk Kesalahan Orang Lain!

18 Maret 2013   10:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:33 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Kardinal Jorge Mario Bergoglio ketika terpilih menjadi Paus@Tribunnews.com


Kardinal Jorge Mario Bergoglio asal Argentina yang baru saja terpilih menjadi pemimpin Tahta Suci Vatikan dengan gelar Paus Fransiskus. Dalam khotbahnya Minggu (17/3) di Gereja Santa Anna, Vatikan berpesan pada jemaat yang hadir agar tidak mengutuk atau menghakimi kesalahan yang dilakukan orang lain.

Sebuah pesan agung yang sudah disampaikan Yesus Kristus lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Sudah menjadi kisah klasik dan wajib disampaikan dalam khotbah-khotbah.

Dalam khotbahnya Paus Fransiskus kembali menyampaikan kisah yang tidak pernah usang tentang agar jangan menghakim orang yang bersalah. Yakni kisah tentang seorang wanita yang berbuat asusila dan hendak dihakimi penduduk yang marah.

Dalam khotbahnya sebagaimana dikutip Tempo.co, Paus Fransiskus menyampaikan:

"Yesus berkata kepada mereka yang siap dengan batu untuk menghukum wanita itu 'Biarkan dia di antara kamu yang tidak berdosa'.

Yesus kemudian mengatakan kepada wanita itu 'Pergi dan jangan berbuat dosa lagi'.

Saya pikir, bahkan kita kadang-kadang seperti orang-orang ini, yang di satu sisi ingin mendengarkan Yesus, namun di sisi lain kadang-kadang kita ingin melempari orang lain dengan batu dan mengutuknya. Pesan dari kisah ini adalah berkasih sayanglah kepada sesama."

Dalam hidup sehari-hari, saya pikir hidup kita tidak lepas dari menilai hidup orang lain. Sadar atau tidak sadar secara tidak langsung atas penilaian itu layaknya hakim kita memutuskan. Ini baik, itu buruk. Itu bagus, ini jelek.

Namun kebiasaan jeleknya adalah sikap ketidak-adilan kita dalam melihat. Sebab lebih hal jelek yang masuk dalam penilaian kita.

Akibatnya setiap hari kita lebih sibuk menilai dan kemudian menghakim perilaku orang lain. Lalu spontan keluar kutukan ketika melihat ada yang kebut-kebutan.

"Biar mampus!" "Biar nyungsep ke got baru tau rasa!" atau yang lebih halus lagi "Mudah-mudahan tabrakan aja tuh orang."

Perilaku menilai, menghakimi, dan lalu mengutuk tanpa kita sadari telah tumbuh dan mengotori nurani. Tanpa kita perlu merasa bersalah. Padahal sudah bagaikan penyakit kanker stadium empat.

Bisa saja di balik fisik kita yang segar bugar dan sehat. Namun di baliknya terdapat kanker ganas yang telah menggerogoti nurani kita. Semoga kita merasakan kegelisahan jiwa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun