"Kami (Dewan Masjid Indonesia) sedang berwacana untuk tidak memperdengarkan ceramah ke luar masjid," kata Wakil Ketua Umum Harian Dewan Masjid Indonesia, KH Masdar Farid Masudi dalam suatu acara Tabligh Akbar di Masjid, Al Ikhlas, Mekarsari, Bekasi Timur, Ahad 26 Mei 2013. |Tempo.co.
"Kalau adzan kan mengajak untuk solat, jadi boleh," lanjutnya. "Masjid ada loudspeaker boleh, tapi hanya untuk di dalam saja. Jangan diperdengarkan di luar. Kan ganggu."
Satu wacana yang baik untuk diterapkan sebagai salah satu jalan terbinanya keharmonisan dalam hubungan beragama.
Dalam hal ini yang diwacanakan untuk tidak diperdengarkan secara luas hingga keluar area masjid adalah ceramah atau tausiyah. Bukan suara adzan.
Untuk suara adzan tentu tidak menjadi masalah. Karena itu merupakan seruan atau mengingatkan umat untuk segera menunaikan kewajibannya.
Yang menjadi masalah dan cukup mengganggu selama ini adalah ceramah-ceramah dari dalam masjid yang kadang disampaikan berapi-api dimana menyinggung agama lain.
Memang tidak setiap masjid ceramahnya demikian. Tapi berdasarkan pengalaman, tidak jarang menemukan isi ceramah yang mengandung SARA terdengar sampai ke mana-mana.
Ini tentu tidak elok dan terkesan arogan sebagai mayoritas. Tidak perlu berasumsi dan beralasan di tempat lain sebagai mayoritas berlakukan demikian.
Bukankah agama mengajarkan umat manusia menuju ke arah kebaikan? Mengapa hal yang tidak baik harus dicontoh?
Sebagai agama yang menjadi rahmat umat manusia di bumi dan menjadi mayoritas. Alangkah indahnya bila selalu dapat melindungi yang minoritas. Menjadi mayoritas yang rendah hati dan mau mengalah.
Bukan mentang-mentang sebagai mayoritas, sehingga mau menang sendiri. Tentu ajarannya tidak demikian, bukan?